Mbah KH Ahmad Mawardi Hasbulloh : Cahaya Istiqamah yang Tak Pernah Padam

Listen to this article

PATI lintasjatimnews – Dalam setiap perjalanan hidup seorang santri, selalu ada sosok guru yang meninggalkan jejak mendalam. Bukan sekadar karena ilmu yang diajarkan, tetapi karena keteladanan yang terpancar dari kesehariannya.

Salah satu sosok itu adalah Mbah KH Ahmad Mawardi Hasbulloh, pendiri Pondok Pesantren Bustanut Tholibin di Kajen Lor Pati. Beliau adalah teladan ulama yang hidupnya penuh dengan istiqamah dalam ibadah, ketulusan dalam membimbing, dan kasih sayang dalam mendidik para santrinya.

Mbah Mawardi Hasbulloh dikenal sebagai kiai yang tawadhu’, sederhana, namun memiliki kewibawaan yang dalam. Beliau tetap menjaga semangat untuk mengajar dan menuntun para santri dalam meniti jalan ilmu dan amal.

Tak hanya mengajarkan kitab kuning, beliau menanamkan nilai-nilai adab, akhlak, dan keikhlasan. Baginya, santri bukan hanya murid, melainkan amanah dan generasi penerus perjuangan Islam.

Di samping itu Mbah KH Ahmad Mawardi Hasbulloh dikenal luas sebagai Syuriah Nahdlotul Ulama yang sangat disegani bagi para kyai dan aktifis nahdliyin di Pati

Dalam kenangan murid-muridnya, beliau bukan sekadar guru, tetapi orang tua spiritual. Sebagaimana yang disampaikan Kyai Syamsul Hadi, S.Sos., M.Pd. saat Mbah KH Ahmad Mawardi sakit.

“Saya masih mengingat dengan jelas saat beliau tengah gerah dan memanggil saya untuk masuk ke kamarnya. Dengan suara lembut, beliau meminta saya membantu beliau bangun, duduk, dan berjalan keluar kamar. Hati saya bergetar, bukan karena takut, melainkan karena rasa haru dan hormat yang mendalam,” kenang Kyai Syamsul Hadi, S.Sos., M.Pd

Lanjut alumni Magister Pendidikan Unissula Semarang ini, yang paling menggetarkan jiwa adalah ketika beliau meminta saya untuk mencukur rambutnya.

“Permintaan sederhana itu menjadi momen spiritual yang tak terlupakan. Seolah beliau sedang mengajarkan arti khidmah, cinta, dan penghormatan kepada guru,” ujar pendiri Pondok Pesantren Al-Fatihah di Jambi ini

Allah Swt berfirman “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan (ajal).” (QS. Al-Hijr: 99)

Ayat ini seakan menggambarkan kehidupan Mbah Mawardi. Beliau beribadah tanpa henti hingga akhir hayatnya, istiqamah dalam setiap langkah, dan mengakhiri hidup dalam keadaan mulia, dikelilingi doa para santri yang mencintainya.

Rasulullah Saw bersabda “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari hamba-hamba-Nya, tetapi mencabutnya dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa seorang alim pun, manusia akan mengangkat orang bodoh sebagai pemimpin.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Kematian Mbah KH Ahmad Mawardi pada usia delapan puluh tahun, bukan sekadar kehilangan bagi keluarga dan santri, tetapi hilangnya cahaya ilmu dan keteladanan bagi umat. Namun, nilai-nilai yang beliau wariskan tetap hidup—dalam doa, dalam amal, dan dalam setiap langkah para santri yang pernah disentuh tangannya.

“Kini, setiap kali mengenang beliau, hati saya selalu bergetar dan bibir ini berucap lirih “Ya Allah, ampunilah beliau, rahmatilah beliau, sejahterakan dan maafkanlah beliau.” Lahul Fātiḥah,” pungkas pemimpin thariqoh ini

Reporter Fathurrahim Syuhadi