Orang Tua sebagai Pendidik Pertama

Listen to this article

LAMONGAN lintasjatimnews – Selain guru, orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak. Rumah adalah sekolah pertama, dan keluarga adalah lingkungan pembelajaran yang paling berpengaruh.

Anak-anak belajar bagaimana menyelesaikan masalah, berinteraksi, dan mengambil keputusan dari apa yang mereka lihat di rumah.

Al-Qur’an menegaskan pentingnya peran keluarga dalam QS. At-Tahrim ayat 6 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”

Ayat ini menunjukkan bahwa tanggung jawab pendidikan anak pertama-tama ada di pundak orang tua. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, ayat ini mengandung perintah agar orang tua mengajarkan akhlak dan adab, serta membimbing keluarga menuju ketaatan kepada Allah Swt

Jika orang tua mengajarkan sopan santun, anak akan terbiasa santun. Jika orang tua menunjukkan kejujuran, anak akan tumbuh jujur. Namun, jika anak sering melihat pertengkaran, kebohongan, atau kekerasan di rumah, nilai-nilai itu pun akan terekam dalam dirinya. Oleh sebab itu, pendidikan berbasis keteladanan harus dimulai dari keluarga.

Rasulullah SAW bersabda “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menegaskan bahwa lingkungan keluarga, khususnya orang tua, berperan besar dalam membentuk karakter dasar anak.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menambahkan bahwa hati anak laksana permata yang siap dibentuk. Jika dibiasakan pada kebaikan, ia akan tumbuh baik, tetapi jika dibiasakan pada keburukan, ia akan condong pada keburukan.

Di era digital, anak-anak banyak terpapar pada tokoh-tokoh dari media sosial, film, atau game. Sering kali, teladan yang mereka ikuti bukan dari orang tua atau guru, melainkan dari figur publik yang tidak selalu membawa nilai positif. Inilah tantangan besar bagi pendidikan berbasis keteladanan hari ini.

Solusinya bukan melarang anak sepenuhnya dari teknologi, tetapi menghadirkan figur teladan nyata di sekitar mereka. Orang tua yang bijak, guru yang inspiratif, dan pemimpin masyarakat yang jujur akan mampu menyaingi pengaruh tokoh-tokoh maya.

Dengan kata lain, anak perlu merasakan bahwa ada sosok yang bisa mereka kagumi dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak sekolah kini menekankan pentingnya pendidikan karakter. Namun, pendidikan karakter tidak akan berhasil jika berhenti pada teori. Ia baru hidup jika diwujudkan dalam keteladanan.

Disiplin tidak cukup lewat aturan, tetapi lewat pembiasaan. Tanggung jawab tidak cukup lewat ceramah, tetapi lewat penugasan yang diawasi dengan teliti.

Imam Malik pernah berpesan: “Pelajarilah adab sebelum mempelajari ilmu.” Pesan ini sejalan dengan prinsip bahwa pendidikan karakter dan keteladanan harus mendahului pengetahuan. Tanpa akhlak, ilmu akan kehilangan arah.

Keteladanan menjadikan pendidikan lebih bermakna. Anak-anak tidak merasa digurui,
melainkan diarahkan lewat contoh nyata. Dari sinilah lahir generasi yang tidak hanya pintar, tetapi juga berakhlak mulia.

Pendidikan berbasis keteladanan adalah kunci untuk melahirkan generasi yang berkarakter kuat. Sejarah telah membuktikan bagaimana Rasulullah Saw mendidik umatnya dengan teladan hingga lahir generasi sahabat yang luar biasa.

Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 21 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, serta banyak mengingat Allah.”

Dalam konteks modern, guru dan orang tua harus menyadari bahwa setiap sikap mereka adalah pelajaran. Ulama kontemporer, seperti Syekh Yusuf al-Qaradawi, menekankan bahwa teladan orang tua adalah benteng paling kuat bagi anak dalam menghadapi derasnya arus globalisasi.

Di tengah derasnya arus informasi dan pengaruh digital, keteladanan menjadi benteng sekaligus cahaya. Dengan menghadirkan teladan nyata, kita bisa membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara moral dan spiritual.

Reporter Fathurrahim Syuhadi