SEMARANG lintasjatimnews – Wajah-wajah ceria tampak jelas para mahasiswa Program Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. Kini mereka nampak bahagia dan bangga
Bukan sekadar canda mahasiswa muda yang biasa terdengar, melainkan keceriaan para mahasiswa yang rata-rata berusia di atas 50 hingga 60 tahun. Meski demikian, semangat mereka untuk belajar seakan tak pernah pudar.
Di usia yang bagi sebagian orang identik dengan masa istirahat, mereka justru memilih kembali duduk di bangku kuliah, merampungkan studi magister yang telah lama diidamkan. Bagi mereka, menuntut ilmu bukan sekadar urusan masa muda, melainkan kewajiban sepanjang hayat.
Para mahasiswa pascasarjana ini membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang untuk menuntut ilmu. Layaknya mahasiswa reguler yang berusia belasan atau dua puluhan tahun, mereka tetap rajin mengikuti kuliah, mengerjakan tugas, menyusun jurnal, hingga menyelesaikan tesis.
Tidak jarang mereka harus berjibaku dengan teknologi dari aplikasi perkuliahan daring, referensi digital, hingga urusan administrasi wisuda yang kini serba online. Mereka tetap sabar dan penuh semangat
Kesungguhan mereka menghadapi tantangan itu menjadi inspirasi bagi generasi muda. Jika di usia senja saja mereka mampu menyelesaikan Pendidikan Magister, apalagi generasi yang masih muda dan penuh energi.
Gelar Magister, Ikhtiar Memuliakan Ilmu
Kini perjuangan panjang itu berbuah manis. Mereka telah dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Magister Pendidikan (M.Pd). Sebuah pencapaian yang tidak hanya membanggakan diri sendiri, tetapi juga keluarga, sahabat, dan komunitas pendidikan tempat mereka mengabdi.
Rasulullah Saw pernah bersabda “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Hadis ini menjadi spirit abadi bahwa kewajiban menuntut ilmu tidak pernah terikat usia. Ilmu adalah cahaya, dan cahaya itu semakin indah ketika tetap dikejar meski langkah sudah menapak usia senja.
Semangat belajar para mahasiswa pascasarjana Unissula Semarang yang berusia tidak muda lagi ini memberikan pesan kuat bagi generasi muda. Bahwa belajar bukan sekadar formalitas untuk mendapatkan pekerjaan, melainkan upaya memuliakan diri dengan ilmu.
Imam Syafi’i pernah berpesan, “Jika engkau tidak sanggup menanggung lelahnya belajar, maka engkau harus sanggup menanggung pedihnya kebodohan.” Pesan ini seakan menemukan buktinya di wajah-wajah ceria para mahasiswa yang gigih belajar meski rambut mereka sudah memutih.
Mereka ingin memberi contoh bahwa kehidupan tanpa belajar adalah kehidupan yang kering. Dengan menuntut ilmu, seseorang akan selalu menemukan makna baru dan energi untuk memberi manfaat bagi sesama.
Menyongsong Wisuda dengan Rasa Syukur
Kini, setelah melewati ujian dan proses akademik yang panjang, mereka tinggal menanti momen sakral: wisuda. Sebuah puncak perayaan intelektual yang menandai keberhasilan menuntut ilmu di tingkat magister. Senyum bahagia, linangan air mata, dan rasa syukur akan berpadu di hari itu.
Namun, wisuda bukanlah akhir perjalanan. Justru menjadi awal tanggung jawab baru: mengamalkan ilmu yang didapat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberi kontribusi nyata di tengah masyarakat.
Semangat para mahasiswa pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam Unissula yang meraih gelar M.Pd di usia senja adalah pelajaran berharga. Bahwa menuntut ilmu tidak mengenal kata purna. Bahwa gelar akademik bukan hanya simbol prestasi, tetapi juga bukti kegigihan dan kesetiaan pada nilai ilmu.
Kita patut meneladani sikap mereka. Jika usia senja tidak menjadi penghalang untuk belajar, seharusnya usia muda yang penuh energi semakin terdorong untuk menuntaskan pendidikan dan memperdalam pengetahuan.
Bahkan ada sepasang suami istri yang masih semangat belajar menempuh pendidikan di Magister Pendidikan Agama Islam ini. Mereka adalah pasangan dokter dan apoteker yang sebelumnya sudah bergelar magister ini pun tak kalah semangatnya untuk menempuh pendidikan lagi.
Mereka adalah bukti nyata pepatah Arab yang mengatakan, “Uthlubul ‘ilma minal mahdi ilal lahdi” — tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahad
Reporter Fathurrahim Syuhadi