Menyambut Tahun Ajaran Baru dan Tantangan Guru Masa Kini

Listen to this article

LAMONGAN lintasjatimnews – Sebentar lagi tahun ajaran baru akan dimulai. Para orang tua akan mempercayakan pendidikan anaknya kepada para guru di lembaga pendidikan.

Profesi guru merupakan profesi tertua dan paling mulia dalam peradaban manusia. Guru tidak sekedar penyampai ilmu pengetahuan, tetapi juga pembentuk karakter, penanam nilai, dan pemandu arah hidup generasi penerus bangsa.

Guru adalah figur yang digugu dan ditiru. Namun di tengah arus budaya populer, konsumerisme, dan hedonisme, nilai-nilai keteladanan kian terkikis. Guru dituntut untuk tetap menjadi figur yang jujur, disiplin, rendah hati, dan peduli, meskipun banyak tantangan moral dan tekanan hidup.

Guru masa kini dituntut tidak hanya cakap dalam mengajar, tetapi juga adaptif terhadap perkembangan teknologi, sosial, budaya, dan nilai-nilai yang terus bergeser.

Tantangan itu hadir dari berbagai arah : dari dalam sistem pendidikan sendiri, dari peserta didik, dari perkembangan teknologi, bahkan dari tekanan sosial dan ekonomi yang dihadapi guru.

Tantangan Guru Masa Kini

Salah satu tantangan terbesar guru hari ini adalah perubahan karakter siswa. Generasi yang kini mengisi bangku sekolah adalah generasi Z dan Alpha—anak-anak yang tumbuh di era digital, serba cepat, visual, dan terbiasa dengan gawai sejak dini. Mereka lebih aktif, kritis, dan menyukai hal-hal praktis.

Namun, di sisi lain, generasi ini cenderung memiliki rentang konsentrasi yang pendek, kesulitan dalam membangun empati, dan kecenderungan adiksi terhadap media sosial.

Kemajuan teknologi menghadirkan tantangan sekaligus peluang. Di satu sisi, guru bisa menggunakan teknologi sebagai alat bantu mengajar: video, aplikasi pembelajaran, presentasi interaktif, dan platform daring. Namun di sisi lain, guru harus bersaing dengan internet yang menyajikan informasi dalam bentuk cepat dan instan.

Guru bukan lagi satu-satunya sumber ilmu. Murid bisa mencari informasi dari Google, YouTube, bahkan AI. Maka guru harus mengubah perannya, dari pengajar menjadi fasilitator, mentor, dan pembimbing yang mampu menyaring informasi dan membantu siswa berpikir kritis.

Sayangnya, belum semua guru memiliki literasi digital yang memadai. Masih banyak guru yang gagap teknologi, terutama di daerah-daerah yang kurang tersentuh pelatihan. Ini menjadi tantangan serius dalam pemerataan kualitas pendidikan.

Di Indonesia, banyak guru mengeluhkan beban administratif yang berat. Selain mengajar, guru harus mengisi berbagai laporan, instrumen penilaian, dokumen akreditasi, dan kewajiban administratif lainnya. Hal ini menyita waktu dan energi yang seharusnya bisa difokuskan untuk menyiapkan materi dan membina siswa.

Guru kerap merasa menjadi “petugas dokumen” dibanding pendidik sejati. Tantangan ini perlu disikapi oleh pemangku kebijakan agar tidak mematikan semangat guru dalam mengajar. Guru yang terlalu sibuk mengurusi administrasi akan kehilangan daya inovasi dan kebahagiaan dalam mendidik.

Guru masa kini dituntut untuk memiliki kualifikasi akademik dan sertifikasi. Ini tentu baik untuk meningkatkan kualitas guru. Namun proses sertifikasi kadang terasa administratif semata, belum sepenuhnya menyentuh aspek peningkatan kualitas mengajar.

Di sisi lain, masyarakat semakin kritis terhadap kualitas guru. Orang tua menuntut hasil yang maksimal, prestasi yang tinggi, dan pelayanan yang prima. Guru harus terus mengembangkan diri, belajar hal-hal baru, dan tidak boleh merasa cukup dengan ilmu yang lama.

Memperbincangkan Kesejahteraan Guru Honorer dan Guru Madrasah

Tak dapat dimungkiri, masih banyak guru di Indonesia—terutama guru honorer dan guru madrasah—yang hidup dalam kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Gaji yang tidak layak, status kerja yang tidak pasti, dan beban kerja yang tinggi sering membuat guru kehilangan semangat.

Ketimpangan kesejahteraan ini menjadi tantangan yang harus segera diatasi oleh negara dan lembaga pendidikan. Guru yang sejahtera akan lebih fokus dan bahagia dalam mendidik. Sedangkan guru yang terus bergumul dengan kesulitan ekonomi sulit mengembangkan potensi dirinya secara optimal.

Meski tantangan guru masa kini semakin kompleks, namun justru di sinilah letak keagungan profesi ini. Guru bukan hanya profesi teknis, melainkan panggilan jiwa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk karakter generasi penerus.

Untuk itu, guru perlu terus Belajar dan beradaptasi dengan zaman, Menghidupkan semangat mengabdi dengan ikhlas, Berjejaring dan berkolaborasi dengan sesama guru, dan Membangun citra positif sebagai pendidik dan teladan.

Guru sejati tidak takut tantangan, karena ia percaya bahwa setiap kesulitan adalah jalan menuju kemuliaan. Meski zaman berubah, nilai pengabdian tetap abadi.

Reporter Fathurrahim Syuhadi