Misteri Tewasnya Tahanan dalam Kasus Penyalahgunaan Narkoba Polrestabes Surabaya, Keluarga Korban Pertanyakan Kejelasan Apakah Sesuai Prosedur Hukum

Listen to this article

SURABAYA lintasjatimnews – Seorang pria bernama A.M (52), warga asal Bangkalan yang berdomisili di Jalan Kedondong Surabaya, meninggal dunia pada Minggu (22/12/2024) setelah dua minggu ditahan di Rumah Tahanan Polisi (RTP) Polrestabes Surabaya.

A.M ditangkap pada Selasa (3/12/2024) di kediamannya tanpa surat penangkapan maupun penahanan yang diberikan kepada pihak keluarga. Menurut keterangan istrinya cuma bawa map merah ada kop nya tapi gak dikasih tau isinya surat itu apa yang jelas ada namanya si A.M saja pada waktu itu saya bingung. dan A.M memiliki riwayat penyakit diabetes yang sebelumnya mengakibatkan luka tak kunjung sembuh di bagian kakinya.

Saat tim redaksi bersama rekan rekan berkunjung di rumah Duka dan di temui salah satu keluarga korban yang tidak mau disebutkan namanya, ia mengaku terakhir kali bertemu A.M pada hari Rabu (18/12/2024) saat waktu besuk. Saat itu, A. M masih dalam kondisi cukup baik, meski mengeluhkan rasa sakit di bagian kemaluannya dan sempat meminta salep. Namun, pada Sabtu (21/12/2024), pihak kepolisian mengabarkan bahwa M jatuh sakit. Keesokan harinya, Minggu siang, M dinyatakan meninggal dunia.

Proses penanganan jenazah sempat menemui kendala administrasi di RS Bhayangkara karena statusnya sebagai tahanan. Namun, setelah ada bantuan dari pihak kepolisian, biaya sebesar Rp1,5 juta untuk penanganan ditanggung oleh anggota kepolisian tersebut.

Pihak keluarga juga menerima santunan dari kepolisian sebesar Rp5 juta, tetapi mempertanyakan kejelasan proses hukum dan penyebab kematian A. M.

“Dari awal penangkapan tidak ada barang bukti, hanya ada pengakuan tes urine positif, kok tiba-tiba si A.M di Tahan dan tidak ada surat penahanan yang diberikan kepada saya tetapi sampai sekarang kami belum mendapatkan kejelasan terkait kematian suami saya,” ungkap istrinya.

Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, penahanan ini dapat dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

Oleh karena itu, baik penangkapan maupun penahanan harus dilakukan dengan surat perintah penangkapan atau surat perintah penahanan, sehingga surat perintah yang baru diberikan 1 (satu) hari setelah penangkapan dan penahanan tersebut dilakukan bertentangan dengan ketentuan undang-undang.

Anggota Polri yang diduga melakukan Pelanggaran terhadap kewajiban dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 16 dinyatakan sebagai Terduga Pelanggar.

Setiap Anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik dilarang:

a. mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor, atau pihak lain yang terkait dalam perkara yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. menempatkan tersangka di tempat bukan rumah tahanan negara/Polri dan tidak memberitahukan kepada keluarga atau kuasa hukum tersangka;

c. merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum;

Keluarga berharap pihak berwenang dapat memberikan penjelasan transparan terkait kasus ini, mulai dari surat penangkapan, surat penahanan, hingga besarnya santunan kematian yang diberikan keluarga, apakah sesuai prosedur.

(Tim investigasi)