Akibat Miskin Jaringan, Murid Sekolah Dasar Di Jombang Kesulitan Pembelajaran Daring

Listen to this article

JOMBANG (lintasjatimnews.com) – Penerapan sistem pembelajaran dalam jaring (Daring) yang diputuskan oleh Dinas Pendidikan, selama wabah virus corona, menuai masalah tersendiri. Pasalnya, anak anak di Desa Marmoyo, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, kesulitan gadget dan jaringan internet.

Saat wartawan lintasjatimnews.com mencoba memasuki Desa Marmoyo, Senin siang (27/7/2020), hampir seluruh kawasan tidak bisa dijangkau oleh sinyal, untuk memanfaatkan internet yang disediakan oleh operator.

Tiga jaringan seluler yang dimiliki tidak berfungsi ketika dicoba selama berada di wilayah tersebut. Desa yang memiliki dua dusun, Dusun Randurejo dan Dusun Marmoyo itu, merupakan salah satu desa pelosok yang masih dikelilingi hutan jati.

Desa yang mempunyai 366 KK dengan jumlah penduduk sebanyak 1100 jiwa, berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten dan Bojonegoro. 

Agar tidak ketinggalan pelajaran yang diberikan oleh guru, anak anak memutuskan belajar di rumah Sekretaris Desa Marmoyo, Sumandi (36), dengan menggunakan wifi dan ditemani istrinya Lisa Susanti (26). Mereka belajar dari pukul 8 pagi hingga pukul 11 siang.

“Disini kendala sinyal. Ditambah dengan orang tua yang tidak bisa operasi smartphone. Jadi kalau ada tugas mereka dikasih tahu sama orang tua yang bisa mengoperasikan smartphone,” tuturnya.

Sumandi menjelaskan, lokasi akses jaringan wifi di Desa Marmoyo sebanyak 13 titik. 10 titik dipasang di beberapa rumah, Sekolah Dasar Negeri Marmoyo, dan Kantor Desa. Sedangkan 3 titik lainnya dipasang di Warung Kopi.

Wifi yang digunakan dibuat secara mandiri dengan diambil dari Desa Manduro. Jarak antara Desa Marmoyo kurang lebih 10 km. Alat itu dipasang dalam bentuk pemancar antena di Balai Desa. Kekurangannya, jika terjadi hujan angin atau lampu mati, Otomatis tidak bisa digunakan.

“Ada yang belajar di rumah saya. Ada yang belajar di warung kopi, dan juga di beberapa rumah warga. Berkelompok 2 atau 3 anak,” katanya.

“Mereka belajar tergantung tugas. Guru membatasi sampai jam 12 siang, pagi jam setengah 8 pagi sudah mulai kumpul kemudian mengerjakan seperti buat video, kirim jawaban atau soal, ” sambungnya.

Menurutnya, guru membatasi jam berakhirnya pengerjaan tugas lantaran khawatir, para murid menyepelekan tugas yang diberikan. Bahkan, Sumandi juga menyebutkan, para orang tua ada yang ikut mengerjakan tugas anak anaknya.

“Soal yang keluar di ujian tidak ada di dalam buku. Jadi dijawab sesuai kemampuan orang tua. Ditambah dengan aturan baru, melarang adanya murid belajar secara berkelompok dan hanya mengizinkan pembelajaran secara daring untuk masing-masing siswa” keluhnya.

Sebagian besar, mata pencaharian masyarakat Desa Marmoyo adalah petani dan buruh tani lombok. Sehari hari mereka mendapatkan upah sebanyak Rp 25 ribu sampai Rp 50 ribu per hari. Selain menanam lombok, beberapa diantaranya menanam tembakau.

“Masyarakat jarang bepergian jauh. Paling cuma ke Ploso yang berprofesi sebagai pedagang,” ucapnya.

Sumandi berharap, pandemi Covid bisa berlalu dan semua aktivitas kembali dengan normal. Pemerintah semestinya mempunyai aturan yang tidak pukul rata, karena kondisi setiap daerah berbeda.

“Anak anak pengen masuk sekolah. Bosan liburan. Bahkan kami encananya akan dibuatkan rumah pintar dengan berkoordinasi dengan kepolisian setempat,” tuturnya. (Ramadhani)

Tinggalkan Balasan