SURABAYA lintasjatimnews.com – Peraturan Menteri (Permen) Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2023 tentang Rencana Induk dan Ketentuan Teknis Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk Keperluan Jasa Penyiaran Radio melalui Media Terestrial yang ditandatangani Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi tertanggal 9 Agustus 2023 dan diundangkan pada 24 Agustus 2023 mendapat tanggapan dari sejumlah tokoh radio tanah air.(19/09/23).
Presiden Forum Diskusi Radio (FDR) Indonesia, Dr. Harliantara, M.Si. menyambut positif perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio menggunakan standar teknologi analog berbasis amplitude modulation pada medium frequency yang disesuaikan dengan GE75, ITU–R Rules of Procedure, dan mengikuti perkembangan teknologi;
Pria yang akrab disapa Harley tersebut mengatakan, dunia penyiaran radio tidak perlu khawatir dengan lahirnya peraturan tersebut.
Menurutnya, langkah pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan mengeluarkan Permen bertujuan untuk membenahi industri radio ke arah transformasi digital.
”Pada intinya pelaku penyiaran radio tidak perlu khawatir dengan adanya peraturan tersebut. Boleh jadi ini adalah langkah untuk menyelamatkan industri radio. Di era digital seperti saat ini, kita perlu beradaptasi dengan perkembangan teknologi, termasuk dunia penyiaran radio yang saat ini secara perlahan namun pasti sudah bertransformasi ke arah digital,” tutur pria yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dr Soetomo Surabaya ini.
Dengan terbitnya Permen ini, Harley berharap Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat di dunia penyiaran radio selalu meng-up grade diri agar bisa beradaptasi dengan zaman. Mantan profesional pengelola di sejumlah radio di tanah air ini juga berpesan kepada para pemilik radio untuk mengubah mindset tentang pengelolaan radio masa depan ke arah konvergensi media.
”Pengelolaan radio harus berubah. Sekarang era new media dan konvergensi media. Radio juga harus beradaptasi jika ingin tetap eksis dalam percaturan dunia media massa,” tegas pria kelahiran Bandung ini.
Harley menambahkan, sistem simulcast menjadi keuntungan bagi radio karena masih bisa mengudara melalui Analog Terestrial dan Digital Terestrial (DAB+/DRM). Hal ini dikarenakan penyiaran radio analog tidak diberlakukan Analog Switch Off (ASO) atau mematikan siaran analog.
Sementara Pakar Teknologi Penyiaran Radio Indonedia, Agus F. I. Soetama, mengungkap bahwa tidak ada dampak teknis untuk existing/FM dari Digital Audio Broadcasting (DAB)+ karena DAB+ ada di band III VHF 174-240 MHz. Selain itu juga tidak ada dampak teknis Digital Radio Mondiale (DRM) walaupun diplaning di band II VHF 88-108 MHz karena DRM ditumpangkan pada stasiun radio FM yang existing.
”Menurut saya tidak ada dampak bisnis terhadap radio FM terkait munculnya Permen ini karena DAB+ dan DRM butuh ekosistem atau investasi di receiver, transmitter dan bandwidth baru. Itu tidaklah mudah, stakeholder penyiaran radio perlu bersama membangunnya,” terang Agus.
Ia menambahkan, di sisi lain tidak ada keharusan radio existing/FM itu harus menghentikan siaran analognya dan berpindah ke DAB+ atau DRM.
Namun radio existing/FM diperkenankan jika menginginkan siaran dengan menggunakan sistem simulcast. Menurut Agus, informasi terbaru yang beredar menyebut jika Kementerian Komunikasi dan Informatika justru akan menguji coba siaran FM yang di-injected ke multipleksing/MUX TV Digital sebagai layanan tambahan.
”Kalau ini lebih mungkin diimplementasikan karena ekosistemnya banyak. Sekitar 30 juta unit STB sejauh ini sudah terpasang di indonesia. Jadi nanti akan saling melengkapi DAB+ dan DRM serta Radio MUX TV Digital. Kalau memang terjadi, saya memprediksi Radio MUX TV Digital merupakan langkah awal radio menuju digital karena infrastrukturnya sudah tersedia,” pungkas Agus.
Reporter: ahmad