GRESIK lintasjatimnews.com – Kasak kusuk adanya pungutan sebesar Rp 3 juta per siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Driyorejo sampai di telinga anggota Lembaga Swadaya Masyarakat Front Pembela Suara Rakyat (LSM FPSR). Ditambah, beberapa orang tua siswa wadul ke pengurus LSM FPSR.
Ada yang tidak keberatan dengan pungutan untuk Penjaminan Mutu Pendidikan (PMP) tersebut, dan tidak sedikit yang protes. Mendapati hal itu, Ketua LSM FPSR, Aris Gunawan mencoba mencari tahu kebenaran pungutan tersebut. Karena bagi Aris, keterangan dari pihak orang tua siswa belum cukup valid tanpa mengetahui langsung dari pihak SMAN 1 Driyorejo.
Bersama dengan sejumlah wartawan, Aris mendatangi kantor SMAN 1 Driyorejo pada Rabu siang, 24 Mei 2023. Saat tiba di SMAN 1 Driyorejo, kebetulan terdapat inspeksi mendadak (sidak) dari Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Cabang Gresik, Kiswanto. Disana, Kiswanto mengadakan rapat bersama dengan Komite SMAN 1 Driyorejo serta Kepala Sekolah (Kasek) SMAN 1 Driyorejo.
Usai rapat tersebut, Kiswanto menemui Aris Gunawan dan beberapa wartawan untuk menerangkan hasil sidaknya. Dalam keterangannya, Kiswanto mengatakan, kedatangannya ke SMAN 1 Driyorejo untuk melakukan konfirmasi tentang pungutan PMP sebesar Rp 3 juta yang ramai di masyarakat.
“Saya kesini (SMAN 1 Driyorejo) karena itu. Jika ada pungutan, maka harus sesuai prosedur sesuai dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Jika tidak sesuai, jangan ada pungutan,” kata Kiswanto.
Kiswanto berdalih tidak tahu menahu tentang dana partisipasi Rp 3 juta yang dibebankan kepada orang tua siswa. Alasan Kiswanto, dia tidak ikut rapat dalam penentuan itu. Namun, jika ada siswa miskin maka tidak perlu dikenakan dana partisipasi tersebut.
“Saya minta kepada Kepala sekolah agar membebaskan siswa miskin dari pungutan. Jika mereka tidak bisa beli seragam, bilang ke saya. Jika tidak punya sepatu, bilang ke saya,” kata Kiswanto.
Pada kesempatan yang sama, Komite SMAN 1 Driyorejo, Mulyadi menjelaskan perihal pungutan sebesar Rp 3 juta per siswa di SMAN 1 Driyorejo. Katanya, pungutan itu hanya untuk siswa yang orangtuanya mampu. Pemanfaatan dana partisipasi itu untuk membangun ruang kelas baru, sarana toilet, dan sarana dan prasaran lainnya.
Karena saat ini, SMAN 1 Driyorejo masih kekurangan gedung. Sedangkan jika menunggu dana APBD, realisasinya masih lama.
“Uang Rp 3 juta tidak semua siswa tapi semampunya. Misal diantara 30 orang hanya 1 orang yang tidak bayar,” katanya.
Kasek SMAN 1 Driyorejo, Abdul Hasib membenarkan adanya pungutan itu. Dari keterangannya, nilainya bukan Rp 3 juta melainkan Rp 2,5 juta per siswa.
“Sumbangan PMP seingat saya tahun ini Rp 2,5 juta. Yang Rp 3 juta tahun 2022. Dari total siswa, yang tidak bayar sekitar 25%. Yang tahu komite sekolah,” jelasnya.
Ditanya kenapa tidak memakai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Abdul Hasib mengatakan jika dana BOS dikhususkan untuk operasional sekolah bukan untuk membangun gedung.
Dia juga menerangkan tentang dana sumbangan per bulan Rp 150 ribu per siswa. Dan ada tambahan sebesar Rp 50 ribu yang digunakan untuk tabungan.
“Itu tidak wajib yang bayar 150 ribu plus tabungan Rp 50 ribu. Untuk lebih lanjut tentang itu, saya tidak tahu karena saya baru menjabat disini,” katanya.
Pada kesempatan itu, Aris Gunawan menyayangkan masih ada pungutan yang dibebankan kepada siswa. Menurut Aris, beberapa orang tua siswa mendatangi kantor LSM FPSR dan berharap LSM FPSR bisa meringankan hingga membebaskan orang tua siswa dari pungutan itu.
“Pungutan itu masuk ranah pungli. Jika diasumsikan nilai pungutan sebesar Rp 3 juta dengan jumlah siswa yang dikenakan pungutan, totalnya bisa miliaran. Ini yang sedang kami sikapi. Ini perlu yang harusnya jadi perhatian kejaksaan maupun kepolisian,” ujar Aris.
Reporter :jm