Tantangan Kejujuran untuk Kelulusan Santri Ponpes Karangasem

Listen to this article

LAMONGAN lintasjatimnews – Uji Kejujuran dan Pemahaman bagi santri Pondok Pesantren Karangasem Paciran merupakan syarat untuk mendapatkan Syahadah atau ijazah pondok.

Sebanyak 149 santri yang mengikuti ujian. Mereka terdiri dari 65 santri putra dan 84 santri putri. Ujian tersebut dilaksanakan selama 3 hari. Mulai dari hari Rabu (23/03) sampai Jum’at (25/03).

Hari pertama para santri mengerjakan soal pelajaran Riyadhus Sholihin pada jam pertama sedangkan jam kedua adalah Bahasa Arab.

Kemudian hari kedua Shohih Muslim dan Shorof. Sedangkan hari terakhir santri mengerjakan sebanyak 3 pelajaran, yaitu Nahwu, Tafsir Jalalain dan Faroidl.

Mulai jam 15.30 santri mulai mengerjakan soal ujian pada jam pertama sedangkan jam kedua mulai 16.30. Setiap ujian dimulai, panggung Aula diberikan timer untuk mengingatkan santri batas waktu untuk mengerjakannya.

Santri harus saling menjaga jarak untuk mengerjakan soal. Maka Aula Abdurrahman Syamsuri yang cukup untuk 1000 orang, kali ini hanya digunakan untuk santri yang mengikuti ujian. Barisan depan digunakan untuk santri putra dan disusul dengan barisan santri putri.

Ageng Pinatih Firdaus, salah satu santri yang mengikuti ujian mengaku merasa tremor atau gemeteran karena deg-degan akan mengerjakan ujian akhir pondok tersebut.

“Deg-degan banget mau ngerjakan ujian, karena ini pertaruhan kalau tidak lulus ya sudah tidak dapat ijazah pondok. Selama tiga tahun dipertaruhkan pada ujian ini.” Ucapnya.

Sebanyak 6 kipas besar dan tembok yang telah dicat ulang telah mengiringi santri mengerjakan soal. Hal tersebut merupakan usaha pondok untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi santri untuk mengerjakan ujian.

Ageng sapaan akrabnya juga menyampaikan apabila nilai dari ujian diniyah merupakan nilai yang sebenarnya. Maksudnya apabila santri mendapatkan nilai lima maka yang tertulis dalam rapot juga lima.

Begitu juga dengan kelulusan, apabila tidak lulus maka santri juga tidak mendapatkan Syahadah atau ijazah dari pondok.

Hal tersebutlah yang membuat Ageng merasa ditantang. Karena akan sia-sia apabila tiga tahun tidak mendapatkan ijazah dari pondok.

“Masa iya, selama tiga tahun tidak mendapatkannya. Aku yang tiga tahun aja merasa sia-sia, bagaimana temanku yang sudah enam tahun disini.” Lanjutnya.

Sedangkan bagi ketua panitia sekaligus bagian kurikulum Madrasah Diniyah Ponpes Karangasem, Nasrudin, M.Pd., menceritakan bahwa sudah menjadi budaya larangan untuk mencontek bahkan sejak beliau diniyah di Pondok Karangasem.

Lebih lanjut, Nasrudin juga menceritakan bahwa zaman dahulu kertas ujian santri akan dirobek ketika ketahuan mencontek. Hal tersebut menurutnya merupakan bekal santri pada jenjang pendidikan selanjutnya untuk selalu jujur.

“Dari dulu saya santri, telah menjadi kebiasaan tidak ada yang namanya nyontek dengan teman, ngerpek, dll. Disini harus jujur walaupun tidak didepan persis pengawasnya, tapi ada Allah yang selalu mengawasi lebih dekat. Bahkan sedekat nadi manusia. Ini menjadi bekal santri jujur dimanapun mereka berada.” Ujarnya.

Setelah mengikuti ujian tulis, selanjutnya disusul dengan ujian lisan. Kali ini santri juga diuji pemahamannya tentang kitab kuning.

Pemahaman kitab kuning ini meliputi nahwu, shorof, Bahasa Arab dan makna dalam kitab. Ilmu-ilmu tersebut telah dipelajari santri dalam diniyah sore dan diniyah pagi.

Reporter : Zulfatus Salima