BANYUMAS lintasjatimnews – Muhsin Baharudin lahir di Kerangkeng, Banyumulek, Kediri, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada 15 Maret 1979. Ia tumbuh dari keluarga petani sederhana yang sarat dengan nilai religius.
Ayahandanya, H. Baharudin bin Amaq Satinah, dikenal sebagai sosok pekerja keras di sawah, sementara ibundanya, Hj. Nurhasanah binti H. Mukhtar, adalah teladan kesabaran dan keikhlasan. Lingkungan keluarga yang hidup bersahaja inilah yang membentuk karakter Muhsin kecil: disiplin, sederhana, dan tekun menuntut ilmu.
Sejak dini, ia sudah diperkenalkan dengan kehidupan pesantren dan nilai-nilai Islam. Kedua orang tuanya sadar bahwa harta paling berharga yang bisa diwariskan adalah pendidikan, terutama ilmu agama. Pilihan itu terbukti tepat, karena Muhsin tumbuh menjadi pribadi yang kuat, teguh memegang prinsip, dan mendedikasikan hidupnya untuk Al-Qur’an.
Jejak Pendidikan : Dari Desa ke Pesantren
Pendidikan formal Muhsin Baharudin dimulai dari SDN 04 Banyumulek, Kediri, Lombok Barat. Setelah menyelesaikan sekolah dasar, ia memilih jalur pendidikan agama dengan melanjutkan ke Madrasah Qur’an Wal Hadist (MQWH), kemudian Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) di Pondok Pesantren Tahfiz Al-Aziziyah, Kapek, Gunung Sari, Lombok Barat.
Di pesantren Al-Aziziyah, Muhsin menghabiskan sembilan tahun penuh. Enam tahun untuk belajar dan menghafal Al-Qur’an, tiga tahun untuk mengabdi. Pada masa belajar, ia tidak hanya fokus menghafal, tetapi juga memperdalam ilmu syar’i, fiqh, hadis, dan bahasa Arab. Ketekunannya dalam menghafal menunjukkan bahwa ia memiliki kedisiplinan tinggi, karena menjaga hafalan Al-Qur’an bukanlah perkara mudah.
Setelah tuntas belajar, Muhsin tidak langsung pulang, melainkan mengabdikan diri di pesantren tersebut selama tiga tahun. Masa pengabdian ini menjadi pengalaman berharga, karena ia belajar langsung bagaimana mengelola santri, mengajarkan ilmu, dan mengasah kepekaan sosial. Ia merasakan betul bahwa ilmu tidak hanya untuk dimiliki, tetapi juga harus diamalkan.
Merantau untuk Mengabdi
Selesai mengabdi di Lombok, Muhsin memutuskan merantau ke Kalimantan Timur. Di sana, ia bergabung dengan Pondok Pesantren Tahfiz Al-Furqon di Desa Suliliran Baru, Tanah Grogot. Ia mengajar tahfiz, mendampingi para santri menghafal Al-Qur’an, serta membimbing mereka dalam ibadah sehari-hari.
Kehidupan di tanah rantau menempanya menjadi pribadi mandiri. Jauh dari orang tua, ia belajar bahwa dakwah membutuhkan pengorbanan, termasuk meninggalkan kampung halaman.
Tahun 2001, Muhsin kembali melanjutkan perjalanan pengabdiannya, kali ini ke Jawa Tengah. Ia bergabung dengan Yayasan Al-Irsyad Al-Islamiyah Purwokerto, Banyumas, dan mengajar tahfiz di sana selama 16 tahun. Masa yang panjang itu menunjukkan betapa besar komitmen dan cintanya pada dunia pendidikan Al-Qur’an. Generasi demi generasi santri ia dampingi dengan sabar, hingga banyak di antara mereka menjadi penghafal Al-Qur’an yang membanggakan.
Tidak berhenti di situ, pada 2017 ia merintis Pondok Pesantren Tahfiz An-Naba di Kalibagor, Banyumas. Pesantren ini ia kelola hingga akhir 2018. Meski usia pesantren tersebut tidak panjang, kiprah Muhsin dalam mendidik santri meninggalkan jejak yang berarti.
Sejak 2019, ia mengajar tahfizh, hadits dan ilmu hadits di Madrasah Aliyah Muhammadiyah Purwokerto sekaligus menjadi pengasuh asrama. Hingga kini, ia tetap aktif membimbing halaqah-halaqah tahfiz, memperlihatkan dedikasi tanpa henti bagi dakwah Al-Qur’an.
Sampai saat ini Muhsin Baharudin masih menjadi Pembina dan bidang kurikulum di yayasan Annur Abhari Lombok Barat NTB.
Selain pendidikan pesantren, Muhsin Baharudin juga menempuh jalur akademik formal. Ia melanjutkan kuliah S1 di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
Setelah lulus, ia melanjutkan studi magister (S2) di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, juga di bidang PAI. Dengan bekal akademik ini, ia memperkuat kapasitasnya sebagai pendidik yang tidak hanya paham ilmu agama secara tradisional, tetapi juga memahami pendekatan modern dalam dunia pendidikan.
Selain mengabdikan diri di dunia pendidikan, Muhsin juga membangun keluarga yang harmonis. Ia menikah dengan Niken Masyruroh binti Muhsinun, asal Kemranjen, Banyumas, Jawa Tengah, pada tahun 2004. Dari pernikahan yang dilangsungkan pada April 2005, keduanya dikaruniai empat anak. Mereka adalah Alya Tazkiyatussururi (lahir April 2005), Ida Sahbilatunnajah (lahir Februari 2008), Zahida Qolbum Salimah (lahir Maret 2013), dan Ukasyah (lahir Oktober 2018)
Sebagai seorang ayah, Muhsin selalu berdoa agar anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang saleh dan salehah, berbakti kepada orang tua. Mampu meneruskan perjuangan menegakkan syiar Islam.
Inspirasi dari Anak Petani
Perjalanan hidup Muhsin Baharudin menunjukkan bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk meraih cita-cita. Dari keluarga petani sederhana di Lombok Barat, ia menempuh jalan panjang penuh pengorbanan yaitu merantau, mengajar di tanah jauh, dan membangun pesantren. Semua itu dilakukannya dengan keikhlasan.
Nilai kesederhanaan yang diwariskan orang tuanya terus ia jaga. Meski telah menempuh pendidikan tinggi dan menjadi pendidik yang disegani, ia tetap rendah hati. Baginya, ilmu adalah amanah, dan mengajar adalah bentuk ibadah.
Kini di usianya yang matang, Muhsin Baharudin tetap konsisten menjadi pengabdi Al-Qur’an. Ia hadir sebagai teladan ketekunan, kesabaran, dan visi dakwah yang jelas. Jejak hidupnya adalah inspirasi bahwa siapa pun, dari latar belakang apa pun, bisa memberi kontribusi besar bagi umat bila memiliki tekad dan keikhlasan.
Mereka yang mengenal Muhsin Baharudin sepakat bahwa ia adalah sosok sederhana, bersahaja, dan penuh dedikasi. Ia meyakini bahwa hidup harus memberi manfaat bagi orang lain. Prinsip itu selaras dengan sabda Rasulullah Saw “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari).
Sikap visionernya terlihat dalam upaya membangun pesantren, mengelola halaqah tahfiz, serta mengabdikan diri di berbagai lembaga pendidikan. Ia tidak hanya fokus pada hafalan Al-Qur’an, tetapi juga mendidik santri agar memiliki akhlak mulia, disiplin, dan kemandirian. Bagi Muhsin, pendidikan sejati adalah membentuk manusia yang berilmu sekaligus berkarakter.
Dari sawah-sawah Banyumulek hingga halaqah-halaqah tahfiz di Purwokerto, Muhsin Baharudin S.Pd.I, M.Pd membuktikan bahwa jalan pengabdian kepada Al-Qur’an adalah jalan panjang yang penuh berkah. Semoga perjuangannya terus melahirkan generasi Qur’ani yang tangguh, cerdas, dan berakhlak mulia.
Allahumma ya Allah, limpahkanlah rahmat dan berkah-Mu kepada Muhsin Baharudin S.Pd.I, M.Pd beserta keluarga dan keturunannya. Jadikanlah mereka hamba-hamba-Mu yang senantiasa istiqamah di jalan Al-Qur’an, diberi kesehatan, keberkahan ilmu, dan keturunan yang saleh serta salehah. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Reporter Fathurrahim Syuhadi