Guru sebagai Warasatul Anbiya

Listen to this article

LAMONGAN lintasjatimnews – Dalam tradisi Islam, guru tidak hanya dipandang sebagai pengajar ilmu, tetapi juga pewaris amanah para nabi.

Rasulullah Saw bersabda “Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambil ilmu itu, ia telah mengambil bagian yang banyak (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Hadis ini menjadi dasar utama mengapa guru, terutama guru yang mendidik dengan keikhlasan dan nilai-nilai kebaikan disebut warasatul anbiya, pewaris para nabi.

Nabi Muhammad Saw adalah guru agung yang membimbing umat manusia dari kegelapan menuju cahaya. Maka setiap guru yang mendidik dengan niat ibadah sedang melanjutkan risalah kenabian.

Misi utama para nabi adalah menegakkan tauhid, menanamkan akhlak, dan membangun peradaban. Guru yang sejati juga memiliki misi yang sama yakni menanamkan tauhid dan akhlak, mencerahkan akal dan jiwa, serta membangun peradaban

Al-Qur’an memberikan penghormatan tinggi kepada orang berilmu. Allah berfirman “Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (QS. Al-Mujadilah: 11)

Ayat ini menegaskan bahwa kedudukan guru, sebagai penyampai ilmu, sangat mulia di sisi Allah. Ulama klasik juga menekankan hal ini. Imam Al-Ghazali berkata “Guru adalah orang yang menyiapkan jiwa manusia untuk mendekat kepada Allah dan kebahagiaan abadi.”

Dengan demikian, setiap guru sejati bukan hanya mengajar matematika, sains, atau bahasa, tetapi juga menyiapkan jalan hidup anak didiknya menuju keselamatan dunia dan akhirat.

Sebagai warasatul anbiya, guru tidak boleh terjebak hanya pada rutinitas mengajar di kelas. Ia memikul tanggung jawab sosial untuk menjaga moral masyarakat. Guru adalah tiang peradaban yang mampu memperbaiki kerusakan sosial dengan pendidikan.

Rasulullah Saw pernah bersabda “Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, bahkan semut di lubangnya dan ikan di laut, benar-benar mendoakan kebaikan bagi orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia (HR. Tirmidzi)

Hadis ini menggambarkan betapa luasnya pengaruh seorang guru. Setiap ilmu dan kebaikan yang diajarkan akan menjadi amal jariyah yang tidak terputus.

Dalam konteks kebangsaan, guru juga merupakan pewaris misi kenabian dalam membangun negeri. Guru telah menjadi motor lahirnya kesadaran nasional. Banyak tokoh pergerakan dan pahlawan bangsa lahir dari rahim dunia pendidikan.

Dari KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, Ki Hajar Dewantara, hingga tokoh modern, semua menekankan pentingnya guru sebagai pembentuk bangsa.

Mengajarkan ilmu adalah menjaga kedaulatan. Mendidik akhlak adalah melestarikan kemerdekaan. Maka guru bukan hanya warasatul anbiya dalam dimensi agama, tetapi juga dalam sejarah kebangsaan.

Untuk benar-benar menjadi warasatul anbiya, seorang guru harus memiliki jiwa keikhlasan, keteladanan, kecintaan pada ilmu dan komitmen sosial yang tinggi

Guru adalah warasatul anbiya, pewaris tugas suci para nabi. Guru bukan sekadar profesi, melainkan panggilan hidup untuk menyalakan cahaya ilmu, menanamkan akhlak, dan membangun peradaban.

Dalam diri setiap guru yang ikhlas, sesungguhnya ada kelanjutan dari misi kenabian: menyebarkan kebaikan dan menyelamatkan generasi.

Sudah semestinya kita menghormati guru bukan hanya dengan ucapan terima kasih, tetapi dengan menghargai ilmunya, mendoakan kebaikannya, dan mengamalkan nilai-nilai yang diajarkan. Sebab, menghormati guru sejatinya adalah menghormati ilmu, dan menghormati ilmu berarti menjaga peradaban manusia.

Reporter Fathurrahim Syuhadi