LAMONGAN lintasjatimnews – Pancasila sebagai dasar negara Indonesia bukan sekadar kumpulan lima sila. Melainkan sebuah panduan moral, etika, dan tujuan kehidupan berbangsa-bernegara.
Bila nilai-nilai Pancasila dihidupkan dalam perilaku nyata, ia akan mengantarkan bangsa ini menuju cita-cita besar : baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur yakni negeri yang baik dan mendapat ampunan Allah Swt.
Al-Qur’an memberikan gambaran ideal sebuah negeri dalam Al Qur’an Saba’ ayat 15 “Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan) : ‘Makanlah olehmu dari rezeki Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.’”
Ayat ini menegaskan bahwa negeri yang baik bukan hanya memiliki kemakmuran materi. Juga keberkahan moral dan spiritual, yang dilandasi rasa syukur dan ketaatan kepada Allah Swt.
Dalam perspektif Islam, nilai-nilai Pancasila sejalan dengan prinsip keadilan, persatuan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan tauhid, sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab selaras dengan ajaran Nabi Muhammad SAW dalam hadis “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)
Sila Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan cermin dari prinsip syura, persaudaraan, dan distribusi keadilan yang diajarkan Islam.
Ki Bagus Hadikusuma, tokoh Muhammadiyah sekaligus anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang berperan besar dalam perumusan Pancasila, menekankan bahwa dasar negara harus berakar pada nilai Ketuhanan.
Beliau mengatakan, “Negara yang kita cita-citakan adalah negara yang di dalamnya nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan dapat hidup subur.” Menurutnya, tanpa landasan moral yang kuat, Pancasila akan kehilangan ruhnya.
Menuju baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur berarti membangun Indonesia bukan hanya dari sisi infrastruktur, ekonomi, atau teknologi. Tetapi juga membangun manusianya mencetak generasi berkarakter, beriman, dan berilmu.
Hal ini hanya mungkin terwujud bila Pancasila benar-benar dijadikan pedoman hidup, bukan sekadar hafalan dalam upacara.
Tantangan zaman seperti degradasi moral, korupsi, perpecahan, dan ketimpangan sosial dapat diatasi bila nilai-nilai Pancasila dihidupkan di tengah masyarakat. Pendidikan karakter, keteladanan pemimpin, penegakan hukum yang adil, serta kesadaran kolektif untuk saling menghormati adalah kunci tercapainya cita-cita tersebut.
Dari Pancasila kita berjalan menuju visi besar yakni Indonesia sebagai negeri yang makmur, damai, adil, dan diridai Allah.
Inilah wujud baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur di bumi Nusantara sebuah cita-cita yang harus kita rawat bersama, dengan iman di dada, persaudaraan di hati, dan keadilan di langkah.
Reporter Fathurrahim Syuhadi