Kunci Ketenangan yang Sering Terlupakan

Listen to this article

LAMONGAN lintasjatimnews – Di tengah hiruk pikuk dunia, tekanan hidup, dan impian yang belum tercapai, sering kali kita lupa bahwa ada satu kunci sederhana yang bisa menghadirkan ketenangan: syukur.

Syukur bukan hanya ungkapan lisan seperti “alhamdulillah”, melainkan kesadaran hati bahwa hidup ini bukan sekadar tentang apa yang hilang, melainkan tentang apa yang masih tersisa.

Ia adalah cara melihat cahaya di tengah gelap, dan harapan di tengah keputusasaan. Ia adalah kemampuan untuk berhenti sejenak, menunduk, dan berkata dalam hati, “Ternyata aku masih punya banyak alasan untuk bersyukur.”

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS. Ibrahim : 7)

Ayat ini menunjukkan bahwa syukur bukan hanya membuahkan ketenangan, tapi juga menjadi pintu datangnya nikmat yang lebih besar. Sementara kufur nikmat—selalu merasa kurang dan iri—justru membawa pada kegelisahan batin.

Rasulullah Saw. pun bersabda “Lihatlah kepada orang yang berada di bawah kalian (dalam hal dunia), dan jangan melihat kepada orang yang berada di atas kalian. Itu lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah atas kalian (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini mengajarkan kita untuk tidak membandingkan hidup dengan orang yang lebih kaya, lebih cantik, atau lebih sukses, tapi melihat kepada mereka yang diuji lebih berat. Dari situlah akan tumbuh rasa syukur yang mendalam.

Orang yang bersyukur bukan berarti hidupnya tanpa masalah. Tapi ia memilih fokus pada yang baik, meski kecil sekalipun. Ia tahu bahwa masih bisa bernafas adalah nikmat. Masih bisa makan, tidur, dan berbicara adalah anugerah.

Bahkan iman di dalam dada adalah nikmat yang lebih besar dari semua kekayaan dunia.

Syukur menjauhkan kita dari kerakusan. Ia menumbuhkan kerendahan hati. Ia menyadarkan kita bahwa bahagia itu bukan soal memiliki segalanya, tapi mampu menikmati dan menerima apa yang telah diberikan.

Dalam rasa syukur, hati menjadi lapang, pikiran menjadi jernih, dan hidup menjadi lebih bermakna. Kita tidak akan mudah mengeluh, tidak cepat iri, dan lebih mudah merasa cukup.

Difirman Allah Swt “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur (QS. Saba’: 13). Ayat ini menjadi pengingat bahwa syukur adalah anugerah yang harus dilatih. Ia bukan bawaan lahir, tapi buah dari kesadaran dan keimanan.

Mari kita mulai hari ini dengan syukur. Bukan karena semuanya sempurna, tapi karena kita sadar : masih banyak nikmat yang Allah titipkan, dan itu cukup untuk membuat kita tenang.

Orang yang paling kaya adalah orang yang paling banyak bersyukur, bukan yang paling banyak memiliki. Syukur adalah seni melihat kebaikan, bahkan dalam keadaan sulit.

Reporter Fathurrahim Syuhadi