SURABAYA lintasjatimnews – Anak-anak paling rentan menjadi korban tindak pidana, baik itu kekerasan seksual, penganiayaan, KDRT bahkan yang sedang marak terjadi adalah perundungan atau biasa disebut bullying. Bahkan tidak sedikit dari korban anak tersebut mengalami luka fisik yang cukup parah bahkan sampai meninggal dunia.
Demikian dikatakan Bambang Yunarko, SH, MH saat merangkum laporan kegiatan pengabdian masyarakat Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) di Wilayah RW. 02 Dukuh Kapasan, Kec. Sambikerep Surabaya yang sudah berlangsung pada hari Rabu tanggal 29 Mei 2024 lalu. Bersama dua anggota tim, yakni Septiana Prameswari, SH, MH dan Dr. Agam Sulaksono, S.H., M.H, Tim Pengabdian Masyarakat FH UWKS tersebut mengangkat tema permasalahan kekerasan yang terjadi pada anak, dihadiri oleh segenap warga RW.02 dan para pengurus RT.
Ditemui di kampus UWKS, Selasa 16/7/2024 lalu, Ketua Tim Penyuluh tersebut mengatakan, tujuan dilaksanakannya Pengabdian Masyarakat tentang penyuluhan hukum ini untuk berbagi ilmu-ilmu hukum secara teoritis dan praktis terhadap bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi anak-anak serta bagaimana cara mencegah terjadinya tindak pidana pada anak, sehingga harapannya angka kekerasan dan bullying pada anak semakin berkurang atau bahkan tidak ada lagi.
Selanjutnya Bambang Yunarko mengatakan, banyak dari anak-anak tersebut kurang memahami dampak apa yang akan ditimbulkan dari perilaku bullying, yang sering terjadi di kalangan remaja GenZ. Kekerasan fisik terjadi apabila terjadi perdebatan antar kelompok tertentu atau bahkan seperti masuk dalam kelompok geng tertentu yang menganggap “perpeloncoan” menjadi sebuah tradisi dengan melakukan kekerasan fisik sampai kekerasan seksual.
“Anak-anak yang mengalami tindak pidana perlu mendapatkan perlindungan hukum baik secara fisik maupun psikis sehingga perlunya pendampingan terhadap anak tersebut untuk menghilangkan traumatis pada anak.” ujarnya.
Septiana Prameswari juga mengatakan hal senada. Menurut anggota tim penyuluh hukum tersebut, diperlukan peran serta dari perguruan tinggi untuk memberikan edukasi kepada orang tua/wali dari anak tersebut agar terhindar dari tindak pidana kekerasan serta mengurangi angka kekerasan terhadap anak baik itu dikalangan keluarga, masyarakat maupun sekolah.
Sedangkan Agam Sulaksono menyitir Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah mengatur bahwa setiap anak di Indonesia memiliki hak dan kewajibannya. Salah satu hak anak adalah untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Reporter: ahmadh