Ketika Rezeki Menyapa Pelan, Maftuhah Ajak Publik Belajar Bersyukur di Tengah Hidup yang Bergegas

Listen to this article

LAMONGAN lintasjatimnews — Dosen STIT Muhammadiyah Paciran, Maftuhah MPd mengajak masyarakat untuk kembali memaknai rasa syukur sebagai fondasi ketenangan hidup di tengah ritme kehidupan modern yang serba cepat.

Gagasan tersebut ia sampaikan melalui refleksi bertajuk “Ketika Rezeki Menyapa Pelan: Belajar Bersyukur di Tengah Hidup yang Bergegas”, yang menyoroti bagaimana manusia kerap luput mengenali rezeki yang hadir secara sederhana namun bermakna.

Menurut Maftuhah MPd rezeki tidak selalu datang dalam bentuk yang besar dan mencolok. Dalam banyak situasi, rezeki justru hadir diam-diam melalui hal-hal kecil yang sering dianggap biasa.

“Kita terlalu sering menunggu rezeki dalam rupa yang besar, padahal rezeki kerap menyapa pelan dan nyaris tak disadari. Di situlah kualitas syukur diuji,” ujar Wakil Ketua STIT Muhammadiyah Paciran ini

Ia menegaskan bahwa Al-Qur’an telah memberikan landasan kuat tentang pentingnya syukur. Firman Allah dalam QS. Ibrahim ayat 7 menjadi pengingat bahwa syukur bukan sekadar ucapan, melainkan kunci bertambahnya nikmat, baik secara lahir maupun batin.

“Tambahan nikmat itu tidak selalu berupa materi, tetapi juga ketenangan hati dan kejernihan berpikir,” jelas ibu satu putra

Maftuhah juga menyoroti fenomena media sosial yang sering memicu perbandingan sosial. Keberhasilan orang lain yang terpampang setiap hari membuat seseorang mudah merasa kurang, meski telah memiliki banyak nikmat. Dalam kondisi seperti itu, syukur menjadi sikap spiritual yang penting untuk menjaga keseimbangan jiwa

“Hidup bukan lomba cepat sampai, melainkan perjalanan panjang yang sarat makna,” tutur kandidat Doktor UMM ini

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa rezeki tidak selalu berbentuk harta. Kesehatan, keluarga, waktu luang, hingga kegagalan yang mendewasakan merupakan bagian dari rezeki yang sering terabaikan. QS. An-Nahl ayat 53 disebutnya sebagai pengingat bahwa seluruh nikmat bersumber dari Allah dan patut disyukuri sejak awal, bukan setelah kehilangan.

Dalam refleksinya, Maftuhah juga mengingatkan bahwa bersyukur adalah sikap batin yang tercermin dalam perilaku. Orang yang bersyukur cenderung lebih ringan berbagi, tidak mudah mengeluh, dan lebih lapang menerima keadaan. Di tengah tekanan hidup dan ketidakpastian masa depan, syukur menjadi jangkar yang menenangkan sekaligus penguat iman. Ia berharap pesan ini dapat menjadi pengingat bersama bahwa kebahagiaan tidak selalu identik dengan memiliki banyak.

“Bisa jadi, rezeki terbesar adalah apa yang setia menemani kita setiap hari, mesti sering kita abaikan,” pungkasnya.

Reporter Fathurrahim Syuhadi