Moh. Zuhro, S.Pd., M.Pd: Meniti Jalan Sunyi Pendidikan dari Sawah Desa hingga Ruang Kelas Negeri

Listen to this article

SEMARANG lintasjatimnews – Moh. Zuhro, S.Pd., M.Pd., adalah potret pendidik yang tumbuh dari kesederhanaan, ditempa oleh keterbatasan, dan dimatangkan oleh ketekunan. Ia lahir pada awal tahun 1980-an di Desa Sendang, RT 03/RW 03, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri sebuah kawasan pedesaan di bagian timur Pulau Jawa.

Lingkungan alam yang lekat dengan sawah dan ladang menjadi saksi masa kecilnya. Sejak dini, ia telah terbiasa membantu orang tua yang bekerja sebagai petani, sembari menanamkan nilai kerja keras dan kejujuran dalam hidupnya.

Meski kondisi ekonomi keluarga tergolong sederhana, orang tua Moh. Zuhro memiliki pandangan yang jauh ke depan. Pendidikan dipandang sebagai jalan utama untuk mengubah nasib. Semangat itulah yang mengiringi langkahnya ketika mulai bersekolah di MI Mambaul Afkar yang letaknya tidak dekat dari rumah. Jarak yang harus ditempuh dengan berjalan kaki setiap hari tidak pernah menjadi penghalang. Ia dikenal sebagai siswa yang rajin dan memiliki cita-cita untuk menjadi yang terbaik di kelasnya.

Setelah menamatkan pendidikan dasar, Moh. Zuhro melanjutkan ke MTs Sendang. Perjalanan intelektualnya kemudian berlanjut ke jenjang Aliyah/SMA di Pondok Pesantren Gedong Sari, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk. Lingkungan pesantren membentuk karakter kedisiplinan, kemandirian, dan kepedulian sosialnya.

Di sinilah minatnya terhadap dunia pendidikan dan ilmu sosial tumbuh semakin kuat. Ia merasa terpanggil untuk kelak mengabdikan diri kepada anak-anak, terutama mereka yang berasal dari latar belakang kurang beruntung. Ia lulus Aliyah dengan nilai standar, lalu mengabdikan diri dalam kegiatan pengajian selama satu tahun pada 2001.

Tahun 2001 menjadi titik awal pendidikan tingginya. Moh. Zuhro melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi Tribakti Lirboyo, Kota Kediri, dengan mengambil jurusan Pendidikan Guru Agama Islam (PGAI) hingga jenjang D2. Selama masa kuliah, ia tidak hanya berkutat pada ruang kelas, tetapi juga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan magang mengajar di beberapa SD di sekitar kota. Pengalaman tersebut semakin menguatkan panggilannya sebagai seorang pendidik.

Selepas lulus D2, ia mengambil keputusan besar : merantau ke Tarakan, Kalimantan Utara. Tiga bulan pertama dijalaninya dengan menjual es campur demi bertahan hidup sembari mencari kesempatan mengajar. Usahanya berbuah hasil pada tahun 2008 ketika ia diterima sebagai guru di MTs Swasta Al-Khairaat Tarakan. Selama dua tahun, ia harus berjalan kaki sejauh kurang lebih tiga kilometer setiap hari untuk sampai ke sekolah—sebuah pengorbanan yang dijalaninya dengan penuh keikhlasan.

Semangat belajar Moh. Zuhro tidak pernah surut. Pada tahun 2009, ia melanjutkan studi S1 di Universitas Darul Ulum Jombang sambil tetap mengajar. Setelah menyelesaikan pendidikan tersebut, kariernya berlanjut ke SD Negeri 036 Tarakan pada tahun 2022, meski hanya tiga bulan sebelum akhirnya dipindahkan ke SD Negeri 017 Tarakan, tempat ia mengabdi hingga kini.

Tahun 2024 menjadi tonggak penting lainnya. Ia berhasil lolos program P3K sekaligus memulai studi Magister Pendidikan (M.Pd.) dengan konsentrasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) melalui universitas daring. Membagi waktu antara tugas sebagai guru, kewajiban P3K, dan studi magister bukan perkara mudah.

Dengan disiplin dan kegigihan, ia menyelesaikan seluruh syarat akademik pada Juli 2025. Tantangan sempat muncul terkait izin wisuda karena proses sertifikasi, meskipun telah mendapat dukungan dari Kepala Sekolah, Nor Asmi. Berkat izin resmi dari Dinas Pendidikan, akhirnya ia dapat mengikuti wisuda pada Desember 2025 dan resmi menyandang gelar Magister Pendidikan.

Gelar M.Pd. menjadi pencapaian bermakna bagi Moh. Zuhro dan keluarganya. Kini, ia terus mengabdikan diri sebagai guru di SD Negeri 017 Tarakan, aktif berbagi pengetahuan melalui berbagai lokakarya pendidikan. Baginya, pendidikan bukan sekadar profesi, melainkan jalan pengabdian untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa—sebuah jalan panjang yang telah ia tempuh dengan penuh kesabaran dan harapan.

Reporter Fathurrahim Syuhadi