LAMONGAN lintasjatimnews – Menjadi guru tidak selalu berjalan di jalan yang lapang. Di balik peran mulia mencerdaskan kehidupan bangsa, banyak guru harus berjuang di tengah keterbatasan: sarana belajar yang minim, kesejahteraan yang belum memadai, beban administrasi yang berat, hingga tantangan sosial yang terus berubah.
Namun justru dalam keterbatasan itulah tampak ketangguhan sejati seorang guru—keteguhan hati untuk tetap mengabdi dan mendidik dengan penuh tanggung jawab. Islam memandang perjuangan seperti ini sebagai bagian dari kesabaran dan keikhlasan yang bernilai tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta‘ala.
Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153). Ayat ini menjadi penguat bagi para guru yang tetap berdiri di medan pengabdian meskipun sering kali harus berhadapan dengan kenyataan pahit. Kesabaran guru bukan tanda kelemahan, melainkan bukti kekuatan iman dan keteguhan jiwa.
Ketangguhan guru juga tercermin dalam kemampuannya bertahan dan beradaptasi. Dengan fasilitas terbatas, guru tetap mencari cara agar ilmu tersampaikan. Dengan kondisi ekonomi yang sederhana, guru tetap menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab kepada murid-muridnya.
Rasulullah Saw bersabda “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Hadis ini menegaskan bahwa kemuliaan seorang pengajar tidak ditentukan oleh kelimpahan materi, melainkan oleh kesungguhannya dalam menyampaikan ilmu.
Para ulama menaruh perhatian besar pada keteguhan pendidik. Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa sabar dalam kebaikan dan sabar dalam kesulitan merupakan dua pilar utama dalam menjalani jalan ilmu.
Guru yang tetap istiqamah mengajar meski menghadapi keterbatasan berarti telah menunaikan bentuk kesabaran yang paling luhur, karena kesabarannya tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri, tetapi juga pada masa depan umat.
Imam Al-Ghazali juga menekankan bahwa guru sejati adalah mereka yang mengajar dengan hati, bukan sekadar dengan lisan. Dalam Ihya’ Ulumuddin, beliau menyebutkan bahwa orang yang ikhlas mengajar akan diberi kekuatan oleh Allah untuk menanggung kesulitan-kesulitan di jalan ilmu. Ketangguhan itu bukan semata hasil latihan mental, tetapi buah dari niat yang lurus dan orientasi akhirat.
Dalam realitas kehidupan, ketangguhan guru sering kali tidak disorot. Mereka datang paling awal, pulang paling akhir, dan tetap tersenyum meski lelah.
Namun Allah mencatat setiap langkah perjuangan itu. “Dan apa saja kebaikan yang kamu kerjakan, niscaya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 197). Ayat ini menjadi pengingat bahwa tidak ada pengorbanan guru yang sia-sia.
Ketangguhan guru di tengah keterbatasan adalah fondasi lahirnya generasi tangguh. Dari keteladanan itulah murid belajar arti kesabaran, kejujuran, dan daya juang.
Guru mungkin hidup dalam keterbatasan, tetapi ketangguhan mereka melahirkan masa depan yang penuh harapan.
Penulis Fathurrahim Syuhadi








