Rasulullah : Pedagang yang Jadi Teladan

Listen to this article

LAMONGAN lintasjatimnews – Rasulullah Muhammad Saw adalah teladan agung dalam berdagang. Sejak usia muda beliau telah menekuni dunia niaga dengan penuh kejujuran, amanah, kecerdasan, dan komunikasi yang santun.

Empat sifat kenabian — ṣiddīq (jujur), amānah (dapat dipercaya), faṭonah (cerdas), dan tablīgh (menyampaikan kebenaran) — benar-benar terwujud dalam perilaku dagangnya.

Karena integritas dan kejujurannya itulah beliau dikenal oleh masyarakat Makkah dengan julukan Al-Amīn, yaitu orang yang sangat dipercaya, jauh sebelum diangkat menjadi Rasul.

Perdagangan yang dijalani Rasulullah Saw bukan sekadar untuk mencari keuntungan materi, tetapi juga menjadi sarana dakwah. Beliau memperkenalkan nilai-nilai Islam melalui praktik bisnis yang bersih dan penuh etika.

Tidak pernah beliau menipu dalam timbangan, menutupi cacat barang, atau menipu pembeli. Setiap transaksi beliau dasarkan pada prinsip keadilan dan kejujuran.

Allah Swt berfirman “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”
(QS. An-Nisā’: 29)

Ayat ini menegaskan bahwa perdagangan merupakan jalan halal untuk mencari rezeki, asalkan dilakukan secara jujur dan dengan kerelaan kedua belah pihak. Maka seorang Muslim sejati harus meneladani Rasulullah dengan menjadikan perdagangan sebagai ibadah dan jalan dakwah, bukan sekadar ladang keuntungan.

Rasulullah Saw bersabda “Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para nabi, orang-orang yang benar, dan para syuhada.” (HR. Tirmidzi)

Hadis ini menunjukkan betapa mulianya kedudukan seorang pedagang yang berintegritas. Dunia bisnis penuh dengan godaan untuk curang, namun pedagang yang menahan diri karena takut kepada Allah akan memperoleh derajat yang tinggi di akhirat.

Imam Al-Ghazali menegaskan, “Perdagangan adalah ujian keimanan. Siapa yang jujur dalam jual beli, maka ia lulus dari tipu daya dunia.” Ucapan ini menggambarkan bahwa kejujuran dalam berdagang bukan hanya etika sosial, melainkan juga tolak ukur keimanan seseorang.

Rasulullah juga mengingatkan “Barangsiapa menipu, maka ia bukan termasuk golonganku.” (HR. Muslim)

Pesan ini sangat tegas — menipu dalam urusan dagang berarti menodai ajaran Islam. Karena itu, seorang Muslim hendaknya memastikan bahwa setiap rezekinya berasal dari sumber yang halal dan thayyib.

Dengan meneladani cara berdagang Rasulullah — jujur, amanah, cerdas, dan berakhlak — maka perdagangan bukan hanya menjadi sumber penghidupan, tetapi juga wasilah dakwah yang menyebarkan nilai keadilan dan keberkahan.

Sebagaimana sabda beliau, “Sebaik-baik rezeki adalah rezeki hasil usaha tangan sendiri.” (HR. Ahmad).

Maka berdagang dengan cara yang benar bukan hanya mengundang rezeki, tetapi juga mengundang barokah dan ridha Allah.

Reporter Fathurrahim Syuhadi