LAMONGAN lintasjatimnews – Pendidikan sejatinya bukan sekadar urusan sekolah atau lembaga formal. Akar pendidikan yang paling dalam justru tumbuh di rumah. Di tengah interaksi hangat antara orang tua dan anak, di meja makan, di ruang ibadah keluarga, atau di sela percakapan harian.
Rumah adalah “madrasah pertama” bagi setiap anak, dan orang tua adalah “guru utama” yang akan menentukan arah karakter dan masa depan mereka.
Al-Qur’an dengan tegas menggambarkan tanggung jawab ini. Allah Swt berfirman dalam QS. At-Tahrim (66):6 “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”
Ayat ini menegaskan bahwa tanggung jawab mendidik keluarga bukan hanya tentang memberikan kecukupan materi, tetapi juga menanamkan nilai, iman, dan akhlak. Pendidikan keluarga bukan sekadar transfer ilmu, melainkan pembentukan jiwa.
Rasulullah Saw juga menegaskan pentingnya peran keluarga dalam sabdanya “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengandung makna mendalam bahwa orang tua adalah faktor utama pembentuk karakter. Lingkungan keluarga, pola asuh, dan keteladanan akan menjadi fondasi kepribadian anak.
Dalam sejarah Islam, para filsuf dan pemikir besar pun menyadari hal ini. Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menulis bahwa pendidikan anak harus dimulai sejak dini, karena hati anak laksana tanah kosong yang siap ditanami.
Jika ditanam benih kebaikan, ia akan tumbuh menjadi kebajikan. Jika dibiarkan liar, akan tumbuh duri dan rumput keburukan. Ia menekankan bahwa orang tua tidak boleh hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga harus menjadi contoh nyata dari nilai yang diajarkan.
Ibn Khaldun dalam Muqaddimah juga menyoroti pentingnya keteladanan dalam keluarga. Menurutnya, “Anak-anak meniru kebiasaan orang tuanya, baik dalam ucapan, tingkah laku, maupun akhlak.”
Dengan kata lain, karakter anak merupakan cermin perilaku orang tuanya. Pendidikan terbaik bukan berasal dari kata-kata, melainkan dari perbuatan yang nyata.
Pendidikan berbasis keteladanan ini bahkan menjadi prinsip dalam filsafat Islam klasik. Filsuf besar seperti Ibnu Sina menegaskan bahwa pembentukan moral harus dimulai di rumah, melalui bimbingan yang penuh kasih sayang dan keteladanan yang konsisten.
Ia menulis, “Pendidikan di masa kanak-kanak adalah pondasi bagi seluruh kehidupan manusia.”
Keteladanan orang tua memiliki daya pengaruh yang luar biasa. Anak-anak lebih mudah meniru daripada mendengar nasihat. Saat orang tua menegakkan salat tepat waktu, jujur dalam berbicara, dan berbuat adil dalam perlakuan, nilai-nilai itu tertanam kuat dalam diri anak.
Sebaliknya, jika orang tua mudah marah, suka menipu, atau lalai dalam ibadah, anak pun akan menyerapnya tanpa perlu diajarkan.
Karena itu, membangun keluarga yang mendidik berarti membangun peradaban. Rumah yang dipenuhi dengan kasih, akhlak, dan ibadah akan melahirkan generasi yang berilmu dan beriman.
Di era modern yang penuh tantangan moral, pendidikan keluarga justru menjadi benteng terakhir bagi pembentukan karakter anak bangsa.
Sebagaimana pepatah Arab mengatakan “Al-ummu madrasatun, idza a’dadtaha, a’dadta sya’ban thayyibal a’raq.”
“Ibu adalah sekolah. Jika engkau mempersiapkannya dengan baik, berarti engkau telah mempersiapkan satu bangsa yang baik pula.”
Maka benar adanya, pendidikan dimulai dari rumah, dan keteladanan keluarga jauh lebih kuat daripada seribu nasihat di luar sana.
Reporter Fathurrahim Syuhadi