Jejak Langkah Yopi Agustiawan, S.Pd.I, M.Pd : dari Pengorbanan Orang Tua Menjual Sapi Biaya ke Pesantren hingga Keberkahan Ilmunya

Listen to this article

BANTEN lintasjatimnews – Perjalanan hidup Yopi Agustiawan, S.Pd.I., M.Pd., adalah kisah perjuangan seorang anak kampung yang berangkat dari kesederhanaan menuju tangga kesuksesan melalui ilmu dan ketekunan. Ia lahir di Tanggamus Lampung pada tanggal 3 Agustus 1988, sebagai anak sulung dari tiga bersaudara dalam keluarga sederhana.

Kedua orang tuanya yang hanya lulusan sekolah dasar bekerja keras sebagai wiraswasta demi menghidupi keluarga dan memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya.

Namun perjuangan terbesar orang tuanya terjadi saat mereka menjual seekor sapi demi membiayai Yopi masuk ke pondok pesantren. Keputusan itu menjadi titik balik dalam hidup Yopi. Pengorbanan yang tak akan pernah ia lupakan, yang menjadi sumber semangat sepanjang hidupnya.

Hal ini sebagaiamana firman Allah Swt “Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”(HR. Muslim)

Yopi memulai pendidikan dasarnya di SDN 1 Bolok Pardasuka Kabupaten Tanggamus yang ia tamatkan pada tahun 2000/2001. Selepas itu, ia memilih untuk hijrah menuntut ilmu ke pesantren Salafi di Cikole Pandeglang, meski jarak jauh dari rumah dan penuh keterbatasan.

Di pesantren ini ia hanya bertahan empat bulan. Hal ini karena kondisi yang tidak mudah, namun semangat menuntut ilmu tak pernah padam.

Ia kemudian melanjutkan pendidikan formal di SLTP Negeri 2 Pandeglang, meski hanya satu semester. Jalan hidup kemudian membawanya ke Pondok Pesantren Modern Latansa, Cipanas Lebak, Banten, tempat yang menjadi rumah keduanya dan membentuk jati diri serta cita-citanya. Di pesantren ini, Yopi menyelesaikan SMP dan SMA, hingga akhirnya menjadi alumni Latansa tahun 2006.

Dari Santri Menjadi Pendidik

Selepas menamatkan pendidikan menengah, Yopi tak langsung meninggalkan pesantren. Ia memilih mengabdi di Pondok Pesantren Modern Latansa, Cipanas Lebak, Bante. Sebuah keputusan yang kelak membentuk masa depan kariernya di dunia pendidikan.

Di sela-sela pengabdian, ia melanjutkan pendidikan tinggi di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Latansa Mashiro, hingga berhasil meraih gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada tahun 2011.

Sejak itu, Yopi tetap setia mengabdi di lingkungan Pesantren Modern Latansa Cipanas. Baginya, pesantren bukan sekadar tempat belajar, tetapi arena perjuangan, pengabdian, dan pembentukan karakter. Di sinilah ia menemukan panggilan hidupnya sebagai pendidik.

Allah Swt berfirman “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11)

Ayat ini menjadi pedoman hidup Yopi — bahwa derajat seseorang diangkat bukan karena harta atau jabatan, melainkan karena iman dan ilmu.

Berjuang demi Ilmu, dengan Keringat dan Doa

Setelah menyelesaikan pendidikan S1, Yopi tak berhenti di situ. Meski hidup sederhana, ia tetap menabung impian besar yakni melanjutkan studi S2. Biaya kuliah ia peroleh dari hasil berdagang, menyisihkan tunjangan guru, serta dukungan penuh istri, keluarga, para guru, dan kiai.

Perjuangan itu berbuah manis. Ia berhasil menamatkan pendidikan Magister Pendidikan (M.Pd) di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, sebuah capaian yang menunjukkan betapa besar tekad dan kesabarannya.

Dalam perjalanannya, Yopi tak hanya fokus pada diri sendiri. Ia juga membantu adiknya menempuh pendidikan tinggi,

Ia juga ikut merintis Pondok Pesantren Modern Utul ‘Ilma Cipanas Lebak bersama keluarga mertuanya. Sebuah bentuk pengabdian dan syukur atas karunia ilmu yang Allah titipkan.

Pemimpin yang Menginspirasi

Sejak tahun 2022 hingga kini, Yopi dipercaya menjadi Kepala MTs Utul ‘Ilma di Cipanas, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Madrasah ini terakreditasi A.

Di bawah kepemimpinannya, madrasah tersebut tumbuh menjadi lembaga pendidikan unggulan yang menggabungkan nilai keislaman, disiplin, dan inovasi.

Sebagai pemimpin, Yopi dikenal rendah hati dan dekat dengan guru maupun santri. Ia menanamkan nilai keteladanan Rasulullah Saw dalam kepemimpinannya “Sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”(HR. Ahmad)

Baginya, menjadi guru dan kepala madrasah bukan sekadar profesi, tetapi amanah dakwah dan perjuangan untuk mencerdaskan generasi.

Kisah Yopi Agustiawan adalah cermin nyata bahwa kemiskinan bukan penghalang kesuksesan, dan pengorbanan orang tua adalah pintu keberkahan. Dari sapi yang dijual demi biaya pesantren, kini ia menjadi pendidik dan pemimpin lembaga pendidikan yang melahirkan generasi berakhlak dan berilmu.

Perjalanannya mengajarkan bahwa keberhasilan bukanlah milik orang yang serba cukup, tetapi milik mereka yang bersungguh-sungguh, sabar, dan berpegang teguh pada doa serta ilmu.

Sebagaimana janji Allah “Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah [94]: 6) dan Yopi Agustiawan adalah bukti hidup dari janji itu.

Reporter Fathurrahim Syuhadi