LUWU lintasjatimnews – Alhamdulillāh segala puji bagi Allah Swt, yang telah menuntun langkah hamba-hamba-Nya untuk terus berjuang di jalan ilmu. Kisah perjalanan hidup Ari Sumarwan, S.Ag., M.Pd., lahir di Pringgasela Lombok Timur 17 Desember 1991.
Adalah sebuah teladan tentang keteguhan, doa orang tua, dan semangat pantang menyerah. Dari keluarga buruh tani yang serba kekurangan, ia mampu menapaki jalan panjang pendidikan hingga menuntaskan gelar magister.
Ari lahir dari keluarga sederhana, orang tuanya bekerja sebagai buruh tani di sawah orang lain. Kehidupan yang serba pas-pasan membuat banyak hal yang seharusnya mudah, terasa begitu berat.
Namun, justru dari kesederhanaan itulah tumbuh semangat belajar dan tekad kuat untuk memperbaiki kehidupan melalui pendidikan.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”(QS. Ar-Ra’d: 11)
Ayat ini menjadi motivasi tersendiri bagi Ari kecil, bahwa nasib bisa berubah dengan ikhtiar, doa, dan kesabaran.
Menimba Ilmu di Tengah Kekurangan
Pendidikan dasar hingga menengah ia jalani di MI-MA Yayasan Darul Mujahidin NW (1997-2009). Meski ekonomi keluarga tidak mendukung, semangat belajar tidak pernah padam. Bahkan, ia sering menunggak SPP hingga rapor tidak bisa diambil tepat waktu. Namun, prestasinya tetap gemilang, karena Ari selalu masuk juara kelas.
Setelah lulus MA, ia melanjutkan ke Ma’had Darul Qur’an wal Hadits (2010-2013). Di sinilah lika-liku perjuangan hidupnya benar-benar diuji. Ada masa ketika orang tua hanya mampu memberi Rp15.000 untuk kebutuhan 10 hari.
Jarak tempuh 8 km menuju Ma’had kerap ditempuh dengan berjalan kaki. Lebih berat lagi, selama tiga tahun belajar di sana, ia tidak pernah sekalipun dijenguk oleh orang tua karena keterbatasan ekonomi.
Untuk memenuhi kebutuhan kitab-kitab pelajaran, Ari bekerja serabutan, termasuk menjadi kuli bangunan. Semua itu dijalaninya dengan sabar, meski sebenarnya ia juga menyimpan harapan besar untuk bisa berkuliah layaknya mahasiswa lain.
Keinginan itu akhirnya terwujud secara tak terduga. Melalui pamflet penerimaan beasiswa di salah satu kampus di Jakarta Selatan, ia memberanikan diri mendaftar meskipun merasa kemampuan akademiknya terbatas. Atas izin Allah Swt dan doa orang tua, Ari diterima full beasiswa bersama 10 teman dari NTB, terpilih dari ratusan pendaftar.
“Melihat Monas saja tak pernah terbayang, apalagi bisa kuliah di Jakarta,” kenangnya.
Hadis Rasulullah Saw seolah terwujud dalam langkahnya “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Ujian Kehidupan dan Kegigihan
Setelah menyelesaikan S1 dengan gelar akademik Sarjanan Agama (S.Ag), Ari melanjutkan pengabdian sebagai pendidik di sebuah pondok pesantren di Jakarta. Pada tahun 2018, ia mencoba melanjutkan studi S2.
Namun, ujian berat datang silih berganti. Kakaknya sakit dan membutuhkan operasi, dirinya pun jatuh sakit hingga harus dioperasi, ayahnya kemudian wafat, sementara istrinya juga membutuhkan biaya persalinan.
Tahun itu menjadi tahun penuh kesedihan, hingga ia memutuskan berhenti kuliah di semester dua dan kembali ke kampung halaman saat pandemi Covid-19 melanda.
Namun, semangat untuk melanjutkan pendidikan tidak pernah padam. Ia kemudian mengajar di sebuah pesantren di Sulawesi Selatan. Sambil mengajar, ia mencoba kuliah S2 secara daring di salah satu universitas di Sumatra, tetapi kembali terhenti karena masalah ekonomi.
Meski dua kali gagal, Ari tidak menyerah. Ia menabung selama tiga tahun, mengatur pengeluaran sehemat mungkin, hingga akhirnya berhasil melanjutkan ke jenjang S2 di Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA). Dengan tekad kuat, ia menuntaskan pendidikan magister hingga meraih gelar M.Pd.
Motivasi dari Wasiat Orang Tua
Salah satu cambuk terbesar bagi Ari adalah wasiat almarhum ayahnya yang berpesan agar ia melanjutkan pendidikan setinggi mungkin. Wasiat itu ia jadikan motivasi, bahwa pendidikan bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga bentuk bakti kepada orang tua yang telah tiada.
Kini, setelah meraih gelar magister, Ari berharap bisa melanjutkan ke jenjang S3 dalam 1-2 tahun ke depan. Impian itu ia simpan sebagai cita-cita sekaligus doa, agar perjalanan panjang penuh pengorbanan ini berbuah pada kemanfaatan yang lebih luas bagi umat.
Saat ini, Ari tinggal bersama keluarga kecilnya di Jalan Muntalaka, Desa Barowa, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Ia dikaruniai seorang anak yang menjadi penyejuk hati sekaligus motivasi terbesar untuk terus berjuang.
Selain sebagai pendidik di pondok pesantren, Ari berusaha menularkan semangat kepada para santri bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk meraih mimpi. Ia percaya bahwa kesulitan hanyalah tangga untuk naik lebih tinggi. “Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.”(HR. Tirmidzi)
Kisah hidup Ari Sumarwan, S.Ag, M.Pd. adalah gambaran nyata tentang bagaimana doa orang tua, kesabaran, dan perjuangan tanpa lelah mampu mengubah nasib seseorang. Dari anak seorang buruh tani dengan segala keterbatasan, kini ia menjadi seorang pendidik yang sukses menuntaskan pendidikan magister.
Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi generasi muda, bahwa keterbatasan bukanlah alasan untuk berhenti bermimpi. Dengan tekad, doa, dan usaha, jalan menuju cita-cita akan terbuka.
Reporter Fathurrahim Syuhadi