SEMARANG lintasjatimnews – Wisuda adalah momentum yang selalu membawa rasa haru sekaligus bahagia. Di balik toga dan gelar yang disematkan, tersimpan cerita panjang tentang perjuangan, pengorbanan, serta pertemuan yang tak jarang meninggalkan jejak mendalam di hati.
Begitu pula dengan kisah M. Alfan Syarifudin, Lc, S.Pd, M.A, M.Pd bersama almarhum drg. Moh Baihaqi, MM., M.Pd. – rahimahullah – yang kini telah dipanggil Allah Azza Wa Jalla, namun kenangan bersama beliau tetap hidup dalam ingatan.
Dasi yang Tak Terlupakan
Hari itu, kami sama-sama hadir dalam gladi bersih wisuda S2 di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Setelah acara selesai, kami berbarengan mengambil undangan dan toga. Di tengah suasana yang ramai, saya tersadar bahwa ada sesuatu yang tertinggal : M. Alfan Syarifudin lupa membawa dasi. Sambil sedikit canggung, ia bertanya kepada beliau, “Pak Dokter, kira-kira di mana ada toko yang menjual dasi?” Beliau hanya tersenyum, dengan wajah yang kala itu tampak pucat dan letih. Meski demikian, beliau tetap menampakkan ketegaran dan ketenangan.
Takdir Allah kembali mempertemukan kami malam harinya di Hotel Setos. M. Alfan Syarifudin sama sekali tidak menyangka, beliau datang menghampiri dengan membawa sebuah dasi, lalu menyerahkannya kepada M. Alfan Syarifudin yang disaksikan Fathurrahim. “Ini, bisa dipakai untuk besok,” ucap beliau dengan nada sederhana namun penuh ketulusan.
M. Alfan Syarifudin tertegun. Sebuah benda kecil, sederhana, tapi nilainya begitu besar. Dasi itu bukan sekadar pelengkap busana wisuda, melainkan simbol dari perhatian, ketulusan, dan kebaikan hati seorang sahabat seperjuangan. Dari situ saya belajar bahwa kepedulian bisa hadir dalam bentuk yang paling sederhana sekalipun, namun meninggalkan makna yang mendalam.
Kenangan yang Menjadi Warisan
Malam itu juga, kami berbincang lebih dalam. M. Alfan Syarifudin menceritakan tentang ikhtiar kecil mendirikan yayasan pendidikan untuk masyarakat di Sampang, Madura. Alhamdulillah, beliau mendengarkan dengan penuh perhatian, bahkan menyampaikan niat baiknya untuk membantu. Dengan wajah teduh, beliau berkata ingin berkunjung suatu hari nanti dan melihat langsung perjuangan yang sedang dirintis M. Alfan Syarifudin.
Janji itu menyalakan harapan besar dalam diri M. Alfan Syarifudin, bahwa akan ada langkah-langkah bersama untuk menguatkan dakwah melalui jalur pendidikan. Namun, Allah berkehendak lain. Beliau kini telah kembali ke haribaan-Nya.
Dasi yang beliau berikan kini menjadi saksi dari kisah singkat namun penuh makna. Ia bukan sekadar kain yang terikat di leher, tetapi juga simbol dari persaudaraan, ketulusan, dan kebersamaan yang Allah takdirkan hanya sebentar, namun membekas untuk selamanya.
M. Alfan Syarifudin bersyukur pernah berjumpa dengan beliau, meski sebentar. Dari raut wajahnya yang pucat namun tetap tegar, dari senyumnya yang tulus, hingga dari dasi sederhana yang beliau berikan, saya belajar tentang keikhlasan, pengorbanan, dan semangat berbagi.
Doa dan Renungan Islami
Kini, beliau telah kembali ke sisi Allah SWT. Semoga setiap langkah perjuangannya dalam menuntut ilmu dan mengajar menjadi amal jariyah yang tak terputus. Semoga niat tulus beliau untuk mendukung pendidikan masyarakat tetap mengalir pahalanya, meski beliau tak lagi hadir di tengah kita.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujādilah: 11)
Dan Rasulullah Saw bersabda “Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Semoga almarhum drg. Moh Baihaqi termasuk dalam golongan hamba Allah yang ilmunya terus bermanfaat dan pahalanya terus mengalir.
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un. Allahummaghfirlahu warhamhu wa ‘afihi wa‘fu ‘anhu. Allahumma ajirhu fi mushibatihi wakhluf lahu khairan minha.”
Selamat jalan, Pak Dokter. Dasi itu akan selalu menjadi kenangan, bukan sekadar simbol wisuda, melainkan pengingat bahwa kebaikan yang tulus, sekecil apa pun, akan hidup abadi dalam hati orang-orang yang pernah merasakannya.
Reporter Fathurrahim Syuhadi