Pendidikan Berbasis Keteladanan

Listen to this article

LAMONGAN lintasjatimnews – Pendidikan selalu menjadi fondasi utama dalam membangun peradaban. Di balik kemajuan sebuah bangsa, selalu ada sistem pendidikan yang kuat. Namun, pendidikan bukan hanya soal kurikulum, metode, atau fasilitas.

Ada satu aspek yang lebih mendasar, yaitu keteladanan. Tanpa keteladanan, pendidikan mudah kehilangan ruh, menjadi kering, bahkan gagal membentuk pribadi yang utuh.

Keteladanan adalah bentuk nyata dari nilai yang diajarkan. Anak-anak lebih cepat belajar dari apa yang mereka lihat dibandingkan dari apa yang mereka dengar. Pepatah Arab mengatakan, “Al-insanu ibnu ma ya’taad”—manusia adalah anak dari kebiasaan yang ia jalani. Kebiasaan itu terbentuk karena adanya contoh yang konsisten di sekelilingnya.

Setiap anak memiliki sifat meniru. Sejak kecil mereka meniru cara berbicara, berjalan, dan berperilaku dari orang-orang di sekitarnya, terutama orang tua dan guru. Inilah mengapa keteladanan sangat penting dalam pendidikan. Nilai kejujuran, disiplin, kerja keras, dan kasih sayang tidak cukup hanya diajarkan lewat kata-kata, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata.

Bayangkan seorang guru mengajarkan pentingnya disiplin, tetapi ia sendiri sering datang terlambat. Atau orang tua menasihati anak untuk tidak merokok, sementara ia merokok di hadapan anaknya.

Kontradiksi semacam ini membuat pesan pendidikan kehilangan wibawa. Sebaliknya, ketika seorang guru datang tepat waktu dan konsisten dalam menepati janji, ia sedang memberi pelajaran tanpa perlu banyak berkata.

Sejarah Islam memberikan contoh gemilang tentang pendidikan berbasis keteladanan. Nabi Muhammad Saw mendidik umat bukan dengan pidato panjang semata, melainkan dengan akhlak yang nyata. Al-Qur’an bahkan menegaskan, “Sungguh, pada (diri) Rasulullah itu ada teladan yang baik bagi kalian…” (QS. Al-Ahzab: 21).

Rasulullah Shallahu alaihi wassalam mendapat gelar al-Amin jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi karena integritas dan kejujuran yang beliau tunjukkan sejak muda. Ketika beliau mengajarkan kesabaran, umat bisa melihat bagaimana beliau bersabar menghadapi cercaan dan hinaan.

Ketika beliau mengajarkan kasih sayang, umat bisa menyaksikan bagaimana beliau menyapa anak kecil, menyantuni yatim, dan memperlakukan orang tua dengan hormat. Semua itu menjadi pendidikan nyata yang membekas pada generasi sahabat.

Dalam dunia pendidikan formal, guru adalah sosok yang sangat berpengaruh. Bagi siswa, guru bukan sekadar penyampai ilmu, tetapi juga role model. Cara berbicara, berpakaian, bersikap, bahkan cara menghadapi masalah dari seorang guru diam-diam dicatat dan ditiru oleh siswa.

Karena itu, guru perlu menyadari bahwa dirinya adalah figur publik di hadapan murid. Seorang guru yang jujur, sabar, dan peduli akan menanamkan nilai yang kuat kepada siswa. Sebaliknya, guru yang emosional, tidak konsisten, atau mengabaikan tanggung jawab bisa meninggalkan luka yang lama pada diri anak.

Reporter Fathurrahim Syuhadi