LAMONGAN lintasjatimnews – Dalam perjalanan sejarah bangsa, guru senantiasa hadir sebagai sosok yang menyalakan cahaya di tengah gelapnya kebodohan. Mereka mendidik, membimbing, serta menuntun generasi agar mampu menggapai masa depan yang lebih cerah.
Tanpa guru, bangsa tidak akan memiliki ilmuwan, pemimpin, pengusaha, maupun tokoh masyarakat. Karena itu, tidak berlebihan jika guru sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Islam memberikan tempat yang mulia bagi para guru. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah: 11).
Ayat ini menegaskan bahwa orang berilmu, termasuk guru yang menyebarkan ilmu, memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah. Guru bukan hanya pengajar materi, tetapi juga penanam nilai, akhlak, dan budi pekerti luhur.
Rasulullah SAW juga mengingatkan pentingnya peran guru melalui sabdanya “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).
Hadis ini menegaskan betapa agungnya kedudukan mereka yang mengajarkan ilmu, terlebih lagi ilmu agama. Guru menjadi perantara sampainya ilmu dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa karena perjuangannya tidak selalu terlihat secara langsung. Mereka mungkin tidak tercatat dalam sejarah dengan tinta emas, namun keberadaannya dirasakan oleh setiap orang yang pernah belajar. Banyak tokoh besar lahir dari tempaan guru: ulama, pemimpin bangsa, cendekiawan, hingga pejuang kemerdekaan.
KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, pernah berpesan: “Menghormati guru adalah syarat keberkahan ilmu. Siapa yang meremehkan gurunya, niscaya ilmunya tidak bermanfaat.” Pesan ini menegaskan bahwa jasa guru tidak hanya pada transfer ilmu, tetapi juga pada keberkahan dalam kehidupan murid-muridnya.
Dalam konteks kebangsaan, guru adalah penjaga peradaban. Sejak masa pergerakan nasional, banyak guru terlibat dalam perjuangan melawan penjajah. Mereka mendidik murid-murid agar cinta tanah air, berani melawan penindasan, serta berkomitmen menjaga persatuan. Bung Karno pun pernah mengatakan, “Guru adalah pejuang kebudayaan dan kemerdekaan.”
Kini, di era globalisasi, guru tetap memikul amanat kebangsaan dengan mendidik generasi agar tidak kehilangan jati diri. Mereka menanamkan nilai Pancasila, cinta tanah air, dan akhlak mulia di tengah derasnya arus teknologi dan budaya asing.
Guru seringkali bekerja dalam kesunyian. Dengan gaji yang tidak sebanding, mereka tetap mengabdi penuh dedikasi. Seorang guru sejati tidak menimbang jasa berdasarkan materi, tetapi lebih pada panggilan hati untuk mencerdaskan anak bangsa.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menulis: “Seorang guru adalah orang yang menyiapkan manusia untuk mendekat kepada Allah, dan tidak ada kemuliaan yang lebih tinggi dari itu.” Kata-kata ini menunjukkan bahwa profesi guru adalah ibadah, dan pengorbanan mereka memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah SWT.
Ungkapan “pahlawan tanpa tanda jasa” jangan hanya berhenti pada slogan. Bangsa ini perlu memberikan perhatian lebih kepada para guru. Peningkatan kesejahteraan, pelatihan profesional, serta penghargaan sosial adalah bentuk terima kasih nyata dari negara dan masyarakat.
Namun di luar itu, setiap murid sejatinya harus menjaga adab terhadap guru. Menghormati mereka, mendoakan, dan terus mengenang jasanya adalah bukti nyata dari pengakuan bahwa guru adalah pahlawan sejati dalam hidup kita.
Guru adalah pelita yang menerangi jalan kehidupan. Mereka mungkin tidak selalu mendapat penghargaan formal, namun jejaknya tertanam dalam jiwa setiap anak bangsa yang pernah disentuh oleh ilmu. Dari tangan guru lahirlah peradaban, dari ketekunannya lahir para pemimpin, dan dari ketulusannya lahir generasi cerdas berkarakter.
Benarlah ungkapan lama yang masih relevan hingga kini: “Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.” Semoga kita tidak hanya menyebutkan slogan itu, tetapi benar-benar menghargai dan meneladani mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Reporter Fathurrahim Syuhadi