Siswi MAMDA Paciran Hadiri Sosialisasi Pemeliharaan Obyek Pemajuan Kebudayaan

Listen to this article

LAMONGAN lintasjatimnews – Siswi Madrasah Aliyah Muhammadiyah Dua (MAMDA) Pondok Modern Paciran turut hadir dalam sosialisasi pemeliharaan obyek pemajuan kebudayaan, diskusi terpumpun warisan budaya tak benda Indonesia.

Diskusi yang dilaksanakan pada hari Kamis, 24 juli 2025 di Hall Samudera, Tanjung Kodok Beach Resort Paciran, Kabupaten Lamongan ini menghadirkan banyak elemen masyarakat Paciran dan sekitarnya, mulai dari nelayan, pengerajin perahu ijon-ijon, siswa, guru, organisasi kemasyarakatan, dan masih banyak yang lain.

Disuksi dengan tema “Ijon-ijon: Melintas waktu, merentang jala, menjaga budaya” tersebut diawali oleh narasumber pemantik yaitu Agus Mulyono, Kepala Desa Kandang Semangkon yang dulunya adalah seorang nelayan ijon-ijon selama dua puluh satu tahun.

Dalam paparannya ia menjelaskan panjang lebar mengenai sejarah, nilai-nilai, dan makna filosofis perahu ijon-ijon.

Ia menjelaskan bahwa ijon-ijon sudah ada sejak sebelum indonesia merdeka, dahulu ijon-ijon disebut sebagai kapal perempuan karena digunakan untuk berniaga dan membawa pulang hasil dagangan untuk diserahkan kepada anak-anaknya.

Kini ijon-ijon telah beralih fungsi sebagai kapal nelayan dengan ukuran yang jauh lebih besar. Dahulu bentuk ijon-ijon adalah ramping dan menggunakan layer sebagai penggeraknya sampai tahun 1970an, baru pada tahun 1977 menggunakan mesin seperti sekarang ini.

Setiap detail dari bentuk Ijon-ijon memiliki paten yang tidak boleh disepelekan, seperti cucuk bagian depan yang menjulang ke atas, dan juga warna hitam bagian atas perahu yang tidak boleh diganti dengan warna lain serta gambar pada setiap perahu yang memiliki makna tersendiri seperti anting, alis, dan juga sanggul.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lamongan, Siti Rubikah, S.E., M.Si. dalam pemaparannya mengenai pengelolaan dan pemajuan ijon-ijon sebagai warisan budaya tak benda dari kabupaten lamongan menjelaskan bahwa, ijon-ijon mempunya banyak sekali nilai sejarah dan filosofis sehingga harus dilestarikan sesuai dengan visi misi kabupaten Lamongan.

Selain itu Ia juga berharap agar nantinya dapat dibangun galeri mini yang berisi sejarah ijon-ijon, atau pelatihan pembuatan ijon-ijon, lomba, dan juga festival budaya di sekitar desa Kandangsemangkon. Hal ini dilakukan agar ijon-ijon dapat dikenal masyarakat luar daerah Lamongan.

Pada kesempatan lain Nu’man Suhadi, selaku budayawan daerah Lamongan juga turut hadir dalam diskusi ini dan menjelaskan mengenai sejarah, proses regenerasi pengetahuan, kondisi aktual, tantangan dan harapan bagi keberlanjutan ijon-ijon.

Nu’man menjelaskan bahwa banyak hal yang dapat dilakukan guna memajukan kebudayaan ijon-ijon, dimulai dari sekolah formal atau non-formal dengan contoh diadakan kunjungan atau penambahan pada kurikulum, pencatatan, pengamanan kekayaan intelektual, pengembangan inovasi, pembinaan pengerajin dan masyarakat, serta pemanfaatan teknologi.

Dengan semakin berkembangnya zaman, semakin canggih juga alat tangkap nelayan dan juga terdapat berbagai macam perahu yang ada, ijon-ijon berkutat dengan banyaknya tantangan dari tahun ke tahun.

Seperti apa yang disampaikan oleh dosen Brawijaya Malang, Eko Yulianto, M.Si. Ia menjelaskan mengenai ekologi, sosial, ekonomi, dan budaya pesisir. Dimana Teknik kontruksi ijon-ijon dibentuk guna dapat beradaptasi dengan kondisi ekologi laut jawa dan selat madura.

Proses pembuatannya yang dilakukan dengan membuat bagian luar perahu terlebih dahulu tentu berbeda dengan pembuatan kapal pada umumnya. Akan tetapi dengan begitu, kelebihan dari ijon-ijon ini bisa berbelok dan miring sampai dengan 40 derajat dan kembali tegak lagi seperti semula.

Eko menjelaskan bahwa terdapat tantangan yang membuat khawatir para pengerajin, yakni keberlanjutan bahan baku yang semakin lama semakin langka, mengingat ijon-ijon terbuat dari kayu jati pilihan.

Kadis Perikanan Lamongan, Yuli Wahyuono, M.M., menyampaikan mengenai pemberdayaan Masyarakat pesisir dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan juga menjelaskan bahwa regenerasi nelayan dan pengerajin ijon-ijon harus terus dilestarikan mengingat hal ini sebagai tantangan sosial yang tidak boleh disepelekan.

Didampingi oleh Nina Rifanti, MM., Nayla Almas Bahira, siswi kelas XII yang turut hadir sebagai perwakilan dari lembaga Madrasah Aliyah Muhammadiyah 02 Pondok Modern Paciran menyampaikan pengalamannya setelah mengikuti diskusi dari awal hingga akhir.

“Ini adalah pengalaman yang sangat berharga bagi saya, banyak ilmu yang saya peroleh dari diskusi kali ini terkait dengan kekayaan budaya yang ada di Indonesia, terutama tentang Perahu ijon-ijon”.

Gadis kelahiran Sumenep tahun 2008 itu juga mengungkapkan rasa Syukur dan terimakasih kepada Madrasah yang telah mendelegasikannya mengikuti diskusi tersebut. “Alhamdulillah, terimakasih kepada Bapak Kepala Madrasah yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menambah wawasan saya, semoga ilmu yang saya dapat bermanfaat”, pungkasnya.

Reporter: Winarto