PPN Bakal Naik Jadi 12%, Ini 6 Langkah yang Diusulkan Kadin Surabaya pada Pemerintah

Listen to this article

SURABAYA lintasjatimnews – Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada awal tahun 2025 mendapat perhatian dari banyak pihak, tidak terkecuali Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya.

Sebagai organisasi yang mewakili kepentingan dunia usaha, Kadin Surabaya memandang kebijakan ini sebagai langkah yang strategis, namun memerlukan kehati-hatian dan pendekatan yang inklusif agar dapat membawa manfaat yang optimal tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

“Kenaikan PPN ini memiliki dua sisi yang harus dipertimbangkan secara menyeluruh. Di satu sisi, potensi peningkatan penerimaan negara dan disisi lain kebijakan ini bakal menggerus daya beli masyarakat,” tegas Ketua Kadin Kota Surabaya H.M. Ali Affandi LNM di Surabaya, Rabu (20/11/2024).

Lebih jauh ia mengungkapkan, kebijakan ini manh dapat memberikan ruang fiskal yang lebih besar bagi pemerintah untuk membiayai program pembangunan, layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.

“Jika dikelola dengan baik, kebijakan ini dapat memperkuat daya saing Indonesia dalam jangka panjang. Harmonisasi tarif dengan negara-negara tetangga juga menjadi langkah positif dalam menciptakan kesetaraan kebijakan pajak di kawasan,” katanya.

Selain itu, kenaikan harga barang impor akibat tarif yang lebih tinggi dapat menjadi insentif bagi masyarakat untuk lebih memilih produk dalam negeri, yang pada akhirnya akan mendukung penguatan industri lokal.

“Namun, di sisi lain, kami juga memahami bahwa kenaikan PPN berpotensi memberikan tekanan langsung pada daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan menengah ke bawah. Hal ini dapat menurunkan konsumsi domestik, yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi,” terang mas Andi, panggilan akrab H.M. Ali Affandi LNM.

Kadin Surabaya khawatir dengan dampak kebijakan ini terhadap pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM), yang mungkin akan menghadapi tantangan berat dalam menjaga daya saing dan penyesuaian harga. Karena tanpa persiapan yang memadai, kebijakan ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, khususnya di sektor ritel dan jasa, serta menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha.

“Oleh karena itu, kami dari Kadin Surabaya mengusulkan 6 langkah yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah. Pertama, evaluasi menyeluruh terhadap dampak kebijakan ini, baik dari sisi konsumsi rumah tangga maupun daya saing dunia usaha,” urainya.

Kedua, penerapan kenaikan secara bertahap, misalnya melalui kenaikan menjadi 11,5% pada tahun 2025 sebelum mencapai 12% di tahun berikutnya, sehingga memberikan waktu yang cukup bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk beradaptasi.

Ketiga, pemerintah perlu memberikan dukungan berupa insentif atau subsidi kepada sektor-sektor yang paling terdampak, seperti UMKM dan sektor padat karya. Keempat, peningkatan efisiensi pengelolaan pajak dengan meminimalkan kebocoran dan memperluas basis pajak agar beban yang harus ditanggung masyarakat tidak semakin berat. Kelima, memastikan barang kebutuhan pokok serta layanan esensial seperti kesehatan dan pendidikan tetap mendapatkan pengecualian atau tarif rendah untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah.

“Terakhir, kami mendorong adanya dialog yang intensif antara pemerintah dan dunia usaha agar kebijakan yang diterapkan benar-benar selaras dengan kondisi di lapangan. Kami mendukung langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara demi pembangunan yang lebih baik,” katanya.

Ia berharap kebijakan ini diterapkan dengan penuh kehati-hatian dan pendekatan yang humanis, mengingat dampaknya terhadap masyarakat dan dunia usaha. “Sebagai mitra pemerintah, kami siap untuk memberikan masukan dan berdialog secara terbuka agar kebijakan ini dapat berjalan dengan baik tanpa mengganggu stabilitas ekonomi,” tandas mas Andi.

Kadin Surabaya berkomitmen untuk terus menjadi jembatan antara dunia usaha dan pemerintah, mendorong terciptanya kebijakan yang tidak hanya memperkuat ekonomi nasional, tetapi juga menjaga keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan pelaku usaha.

“Kami percaya bahwa dengan kerjasama yang baik, Indonesia dapat terus melangkah maju menuju pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” pungkas mas Andi.

Reporter M.(erv)