Pengabdian Masyarakat SPS UNAIR; Perkuat Posisi Desa Wisata Melalui Pengembangan Potensi dan Sinergi Antar Lembaga

Listen to this article

TRENGGALEK lintasjatimnews – Pengabdian Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (SPS UNAIR) melakukan pendampingan dalam rangka memperkuat posisi Desa Wisata melalui pengembangan potensi dan sinergi antar lembaga.

Kecamatan Dongko yang terletak di Kabupaten Trenggalek memiliki sejumlah desa dengan beragam potensi yang layak dikembangkan menjadi Desa Wisata. Adanya desa wisata tentu saja tidak hanya meningkatkan branding desa, namun juga diharapkan mampu meningkatkan perekonomian desa.

Dengan alasan tersebut, Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga pada kesempatan ini di Kecamatan Dongko, Trenggalek, menyelenggarakan kegiatan Pengabdian Masyarakat dengan mengusung tema “Pendampingan Pengembangan Desa Wisata Tematik Integratif.”

Diskusi di Pengmas kali ini menghadirkan tiga narasumber: Dr. Adam Muhshi, S.H., S.AP., M.H. (Dosen S3 Hukum dan Pembangunan SPS UNAIR), Upik Dyah Eka Noviyanti, S.Ant., M.A. (Dosen Pariwisata Fakultas Vokasi UNAIR), Wilda Prihatiningyas, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum UNAIR).

Dalam sambutan kegiatan ini, ditekankan bahwa kemajuan desa wisata Kecamatan Dongko dan potensi-potensinya perlu dikembangkan lagi agar bisa menjadi buah yang dapat dipetik.

Kecamatan Dongko memiliki 10 desa dengan potensi yang sangat baik. Potensi wisata yang ada bervariasi, seperti wisata alam, adat dan budaya, buatan, dan lain sebagainya.

Harapan terbesar agar tujuan kepariwisataan ini dapat terpenuhi adalah dengan mengaktifkan BUMDES secara maksimal. Di samping keberagaman potensi yang ada, tetap perlu ada institusi yang mendukung agar tujuan dapat tercapai dan berlanjut.

Diskusi yang menarik diawali oleh Upik, yang tidak hanya membagikan wawasan tentang menjadi desa wisata yang prospektif, tetapi juga memberikan semangat penuh kepada penduduk desa yang hadir di Pengmas hari ini.

“Kecamatan Dongko perlu diapresiasi karena secara nasional sudah memasuki 300 besar desanya yang berstatus sebagai desa wisata terbaik. Agar semua desa bisa tercatat dan dikenali publik, desa perlu diinput dalam JADESTA (Jaringan Desa Wisata) dan melengkapi profilenya”, jelasnya.

Sesungguhnya, hal-hal yang bersifat teknis perlu diprioritaskan untuk keberlanjutan program ini. Setelah menganalisis, rupanya masih ada 7 desa di Kecamatan Dongko yang tertinggal. Beberapa desa ini masih mencari komponen pembentuk desa wisata seperti apa saja. Faktanya, justru saat COVID-19, ekonomi lokal justru lebih kompeten.

Upik melanjutkan bahwa banyak karyawan yang terkena PHK justru kembali ke desa lagi untuk mencari keberuntungan baru; istilahnya desa ini sebenarnya adalah “tameng negara.”

Fenomena baru yang dialami oleh banyak penduduk, terutama di kota, disinggung oleh Upik, di mana kebanyakan orang memilih untuk jauh dari keramaian dan lari ke destinasi yang sejuk dan murah.

“Perubahan hari ini juga signifikan untungnya, yang dahulu sungai fungsinya hanya untuk memenuhi aktivitas penduduk setempat, sekarang bisa dimanfaatkan sebagai usaha pariwisata yang menghasilkan. Pusat kebudayaan Trenggalek terpusat di Kecamatan Dongko, ini membuatnya berada di posisi yang sangat potensial”, terangnya lagi.

Karena perlu diketahui bahwa sekarang desa di Indonesia berlomba-lomba untuk bisa menonjol. Setiap desa perlu memiliki kecerdasan dalam melihat peluang. Upik kemudian mengatakan “Dongko ini sudah ada pionir, makanya akan mudah maju ke depannya”.

Sebuah strategi yang diaplikasikan oleh warga desa dalam mengelola keuntungan destinasi wisatanya adalah dengan merancang paket wisata desa. Paket wisata sejauh ini dianggap sebagai cara paling baik untuk bisa mendatangkan wisatawan ke bermacam-macam komponen wisata (penginapan, restoran, oleh-oleh, dan obyek wisata lainnya).

Tujuan dari paket wisata ini tidak hanya menambah jumlah wisatawan tetapi juga berperan dalam meningkatkan lama tinggal dan kepuasan wisatawan. Wisatawan yang datang ke Kecamatan Dongko sudah tidak melulu pulang pergi, tetapi sudah banyak yang bermalam di desa. Hal ini dibuktikan dengan sudah banyak homestay yang dibangun.

Topik pembahasan yang lainnya menyebutkan bahwa tata kelola stakeholder perlu diperhatikan, karena sudah lama ada konflik internal seperti antara BUMDES dan POKDARWIS.

Permasalahan seperti itu perlu dibenahi karena akan melibatkan kemogokan warga untuk bekerja. POKDARWIS dan BUMDES perlu bersinergi untuk bisa melancarkan program desa wisata yang harus dicapai.

Kegiatan Pendampingan Pengembangan Desa Wisata Tematik Integratif di Kecamatan Dongko, Trenggalek, oleh Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, berhasil memberikan panduan dan membuka potensi besar desa-desa setempat untuk berkembang menjadi destinasi wisata unggulan.

Dengan sinergi antara BUMDES, POKDARWIS, dan masyarakat, diharapkan desa-desa di Kecamatan Dongko dapat memetik hasil positif dari pengembangan pariwisata yang berkelanjutan, sehingga memberikan manfaat yang nyata bagi kesejahteraan masyarakat lokal.

Reporter: Winarto