Praktik Membuat Manisan Dawet Siwalan, Berawal dari Penasaran Mahasiswa KKN UM Surabaya

Listen to this article

LAMONGAN lintasjatimnews – Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) kelompok Desa Paciran melakukan pantauan langsung di gubug sederhanan pembuatan Juroh (manisan/sirup untuk campuran dawet siwalan), Selasa (9/8/2022).

Kegiatan ini bermula saat mahasiswa KKN UM Surabaya kelompok Desa Paciran mampir di salah satu warung dawet siwalan yang berjejer di sepanjang Jalan Raya Daendlesh Desa Paciran. Ketika asyik menikmati rasa dawet siwalan khas Paciran, mahasiswa penasaran dengan sirup yang berwarna coklat agak kemerahan rasanya sangat manis. Secara spontanitas penjual dawet siwalan menjawab ini namanya juroh.

Juroh merupakan salah produk sirup sari siwalan khas Lamongan, kegunaan juroh sebagai bahan sirup pemanis dawet siwalan khas Paciran. Juroh ini terbuat dari nira atau legen yang diambil dari buah siwalan yang ada di area tanah pertanian di Desa Paciran, Sumur Gayam, dan Sendangagung.

Sri Nur Chomariyah, salah satu wakil mahasiswa KKN UM Surabaya menceritakan, “Semula saya dan teman-teman penasaran rasa manis sirup dawaet siwalan yang khas. Akhirnya kami mendatangi gubug tempat proses pembuatannya, yaitu Ibu Rohmatun, pelaku UMKM produksi juroh,” demikian cerita gadis asal Balongpanggang, Gresik.

Sri Nur Chomariyah dan teman-temanya menyaksikan langsung proses pembuatan Juroh berasal dari air siwalan (legen) yang dikumpulkan sedikit demi sedikit. Legen manis kemudian direbus sampai kadar air dalam legen menguap, sehingga sari legen berubah menjadi karamel. Karamel inilah yang menjadi juroh, warnanya berubah menjadi coklat kemerahan.

Prosesnya memang sederhana, tetapi perebusannya membutuhkan waktu lama untuk menguapkan kadar air legen manis pohon siwalan hanya tersisa sarinya. Adapun waktu yang dibutuhkan kurang lebih 5 jam karena perebusan dilakukan cara sederhana, yaitu menggunakan api dari kayu bakar sehingga memakan waktu yang agak lama.

Ibu Rohmatun, kemudian menuturkan, “Setelah air legen selesai direbus, maka hasilnya didiamkan hingga dingin untuk mencegah wadah kemasan tidak pecah atau tidak meleleh. Dengan proses demikian legen yang mengental akan berubah menjadi _ juroh_,” demikian tutur Ibu Tun, panggilan akrabnya.

Lebih lanjut Ibu Tun, menjelasakan bahwa juroh hasil produksinya dijual dengan harga Rp 40.000 untuk reseller dan Rp 50.000 di pasaran dengan ukuran 1,5 liter atau botol air mineral ukuran besar.

Ketika ditanya Sri Nur Chomariyah, salah satu wakil mahasiswa KKN UM Surabaya, mengatakan, “Bu Tun sebagai pelaku UMKM membuat juroh setiap hari, namun hanya memproduksi juroh beberapa untuk dijual di pasar dan memproduksi dengan jumlah banyak, jika ada pesanan dari pelanggan,” demikian katanya.

Reporter: Ali Efendi