LAMPUNG TIMUR lintasjatimnews – Dara asal Desa Bumi Ayu Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur Renci, dikenal sebagai aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang tangguh dan inspiratif. Selain itu dia juga menjadi guru di SD Aisyiyah Metro (AiRo).
“Bermula saat saya jadi mahasiswa baru, pertama kali yang saya lihat adalah IMM. Saat itu, ada senior IMMawati yang begitu baik dan telaten dalam mengkader saya, sebut saja namanya Yulia Anggraini Putri. Hal itu yang kemudian memancing saya untuk ikut IMM, selain memang saya gemar beraktivitas karena khawatir bosan jika hanya di rumah, kualitas personalia anak IMM yang saya lihat waktu Maba itu menarik perhatian saya,” ujar Instruktur Madya DPD IMM Lampung ini kepada lintasjatimnews (22/2/2022).
Berjalannya waktu, akhirnya ia ikut DAD di Desmeber 2017. Di DAD ini ia banyak mendapati senior yang pintar-pintar, yaitu Ali dengan kecerdasan strategi, Erik dengan kecerdasan intelektualnya dan Podo dengan kecakapannya menjadikan ia ingin menjadi seperti mereka. Alhasil, setelah mengikuti DAD ia mencoba ikhtiar untuk mengaktifkan diri di kegiatan IMM, tidak hanya di PK, tapi ia berusaha ikut kegiatan PK lain.
Bertemu banyak orang, kenal dengan kader yang super cerdas seperti IMMawati Luna Laurensa semakin menarik perhatian untuk terus terjun di IMM. Akhirnya di tahun 2019 ia mengikuti perkaderan khusus yaitu LID. Di sana ia mendapati dunia lainnya IMM. Di LID, orientasinya adalah untuk memunculkan instruktur. Instruktur itu adalah seorang yang memegang kendali perkaderan. Bagi dia jalan perkaderan adalah jalan yang masih murni memegang idealismenya. Tidak ada kepentingan di sana, misi yang ingin dicapai adalah internalisasi ideologi IMM yang mana berusaha memunculkan sosok kader IMM yang ideal.
Aktivis IMM yang punya hobi bermain ini mengungkapkan, jalan perkaderan di dalam IMM adalah jalan sunyi yang justru menjadikan ia banyak mendengar suara yang benar, jalan ini melatih ia untuk terus mengisi diri karena memang harus terjun untuk mengisi pengetahuan para kader baru, pun jalan perkaderan mengajarkan untuk jadi tauladan.
“Sebenarnya, merawat konsisten itu tidak hanya didasari dengan ‘sekadar suka’, sebab lambat laun itu akan memudar, kita bisa saja bosan atau tidak nyaman. Tapi, dalam perkaderan IMM, yang saya tanamkan adalah kita hanya perlu menanamkan dan memahami apa yang sebenarnya kita perjuangkan. Jadi, ketika saya bosan, ngak nyaman, atau pengen mundur dari ranah perkaderan di IMM, hal yang saya ingat kembali adalah misi apa yang ingin saya perjuangkan. Adalah meciptakan kader yang tidak lemah, mengisi tangki akal pada para kader IMM, senantiasa sadar kalau kita butuh wadah belajar, dan yang paling penting adalah untuk berdakwah, hal-hal itulah yang kemudian jadi semangat agar tetap konsisten di jalan juang perkaderan IMM,” ujar wali kelas III SD Aisyiyah Metro ini.
Lanjut Kabid Kader PC IMM Metro ini, karena memang ia mengajar di AUM, jadi paling tidak jika ada acara mendesak di organisasi masih ada kesempatan untuk izin. Walaupun juga tetap tau batasan. Yang jelas perlu atur prioritas aja dulu, ia paham mana penting mendesak, penting, tidak penting.
Penulis buku antologi buku IMM di Era 4.0: Refleksi dan Harapan ini menuturkan, Kesan dia selama menyandang instruktur madya itu bukan ke senang, tapi lebih ke deep kaya beban moral dan beban intelektual. Pasalnya gelar instruktur madya itu harus lebih naik tingkat lagi dari biasanya. Jadi progres dia ke depan harapannya bisa lebih berkualitas lagi, baik spiritual, intelektual dan mental. Jadi ketika harus terjun ke ranah perkaderan dengan menyandang gelar instruktur sudah siap.
Penulis buku Tantangan Membumikan Literasi di Era Digital ini menegaskan, Kalau orang tua mendukung, selagi itu baik dan tetap menjaga diri. Karena kebetulan orang tuanya tinggal di Jawa. Jadi segala aktivitas dipantau oleh pakde Renci. Kalau memang mengharuskan ia menginap kadang diantar, kadang berangkat sendiri. Apapun kegiatannya kalau keluarga selalu suport, pesannya cuma satu si jaga diri baik-baik.
“Jadi orang rumah udah biasa kalau ia pulang malam atau malah tidak pulang.”
Dengan kesibukan dia masih konsisten untuk menulis, “One day one halaman, ini yang berusaha saya pegang dan terapkan. Karena kan kegiatan organisasi ngak setiap hari, jadi di sela-sela kegiatan itu saya gunakan untuk menulis. Biasanya kalo nulis buku penting sehari ada kalimat yang saya tulis,” pungkas peraih Juara III Essay tahun 2020 dan juara II Opini tahun 2021 di acara Milad IMM DPD IMM Lampung. (Fathan Faris Saputro)