Candi Pari, Simbol Kesuburan Kota Delta

Listen to this article

SIDOARJO lintasjatimnews – Sejarah mencatat. Bahwa sejak awal mula ,kawasan Sidoarjo mempunyai potensi besar di bidang pertanian. Kandungan tanah delta, yang memang subur menjadikan Sidoarjo sebagai lumbung berbagai hasil pertanian. Yang selanjutnya bisa diolah menjadi berbagai komoditas dagang,guna memenuhi kebutuhan konsumsi lokal atau untuk ekspor.

Salah satu bukti sejarah yang masih bisa dilihat hingga sekarang adalah: Candi Pari. Candi ini ditemukan pada tanggal 16 Oktober 1906. Letak geografis nya berada di tengah-tengah perkampungan di desa Candi Pari Wetan, Kecamatan Porong ini dibangun pada zaman Majapahit. Tepatnya di tahun 1293 Saka atau 1371 Masehi. Sebagaimana yang tertulis di dalam kitab Negarakertagama,candi ini dibangun atas perintah Raja Hayam Wuruk sebagai bentuk ucapan syukur. Sebab,pada masa dahulu di sekitar kawasan tersebut (Candi Pari) merupakan lumbung pangan bagi kerajaan Majapahit. Candi ini berpola candi Khmer (Birma) dan Campa(Thailand). Berbeda dengan candi candi Majapahit lainnya, berbentuk kecil meruncing. Misalnya: candi Bentar di Mojokerto.

Juru pelihara Candi Pari dari badan pelestari cagar budaya ( BPCB) Trowulan,Muhammad Saroni mengatakan, sebelum adanya Candi Pari,desa tersebut bernama desa Kedung Ras.

Daerah subur yang dialiri oleh sungai sungai,yaitu sungai Lajuk dan sungai Pamotan yang merupakan anak sungai Porong. Berkat kesuburan tanahnya hasil panen padi di desa Kedung Ras melimpah ruah.

Kebetulan pada masa itu Majapahit mengalami gagal panen padi. Sehingga Hayam Wuruk mengirim seorang utusan kesana untuk meminta padi. ” Jadi desa Candi Pari dulu, merupakan simbol desa yang paling makmur. Dan penghasil padi terbaik di Majapahit,” terangnya, kepada Lintas Jatim News, sewaktu di rumahnya, Senin (18/01/2022)

Setelah Candi Pari dibangun, lanjut nya,banyak digunakan sebagai tempat sembahyang oleh warga Hindu. Dan kebanyakan mereka yang datang berasal dari luar desa Candi Pari. Mengenai perawatan, Saroni melakukannya setiap hari. Terlebih jika musim penghujan, dirinya harus membersihkan candi baik di dindingnya maupun pelataran, supaya bersih dan tidak berlumut.

Dan tak lupa tentunya dengan ramah ia melayani tamu, yang ingin tahu tentang sejarah Candi Pari. ” Sekitar tahun 1994-1999 lalu candi diperbaiki dengan cara tambal sulam. Yaitu, mengganti bata bata yang telah rapuh dengan bata bata yang baru,” ungkapnya.

Pria asli Porong ini memaparkan,bagi pengunjung yang ingin masuk candi,tak perlu khawatir. Sebab, tidak dikenakan biaya. Namun, cukup mengisi buku tamu. Untuk uang pengunjung kas, pengunjung bisa memberikan seikhlasnya. Adapun hasil uang kas candi akan digunakan untuk keperluan perawatan candi. Dia berharap, keberadaan Candi Pari ada perhatian lebih dari pemerintah kabupaten Sidoarjo. Sehingga keberadaannya bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada masyarakat sekitar.(Budi)