Terindikasi Pemborosan Aggaran Pendidikan, Pemerintah Di Minta Cabut Kebijakan Alokasi Minimal 60 Peserta Didik Di Masalembu

Listen to this article

SUMENEP (lintasjatimnews.com) – Beberapa sekolah tingkat dasar negeri di kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, khususnya di kecamatan Masalembu mendapat anggaran biaya operasional sekolah (BOS) puluhan juta per tahun, meski jumlah siswa sekolah tersebut di bawah angka minimal, (23/5/2021).

Hal tersebut di benarkan oleh beberapa tenaga kependidikan kecamatan Masalembu, termasuk salah satunya adalah Ketua Kelompok Kepala Sekolah (K3S) kecamatan masalembu. Bahwa beberapa sekolah dibawah naungan Dinas Pendidikan tersebut meski tidak memenuhi angka minimal jumlah siswa, tetap di hitung 60 siswa dalam realisasi anggaran (BOS) tersebut.

” Iya, tapi tidak semua sekolah mendapatkannya, tergantung letak geografisnya, terpencil dan terbelakang. Tapi kalau di Masalembu semuanya (Dapat) “, kata K3S masalembu, (23/5/2021).

Anggaran biaya operasional sekolah (BOS) sebelumnya berjumlah 850.000/siswa, sebelum pandemi Covid-19. Namun pada masa Pandemi Covid-19 hingga sekarang angaran (BOS) tersebut naik menjadi 1.150.000/siswa di tingkat satuan pendidikan dasar (SD).

Terkait anggaran (BOS) di satuan Sekolah Dasar khususnya di kecamatan Masalembu, kabupaten Sumenep. mendapat tanggapan dari aktivis Masalembu. Menurutnya, Terkait anggaran operasional sekolah penerima kebijakan alokasi minimal 60 peserta didik di kecamatan masalembu dinilai tidak tepat.

” Alokasi minimal 60 peserta didik ini merupakan suatu kebijakan dari pemerintah dengan beberapa syarat tertentu. Yang artinya, meskipun sekolah jumlah siswanya ada 5 atau 10 tetap di hitung 60 siswa (1.150.000 × 60). Dan ini kurang tepat jika sekolah tingkat dasar di Masalembu di berikan kebijakan tersebut “, ungkap Hb, (23/5/2021).

Sebab, menurutnya ada beberapa kriteria atau syarat dalam mendapat kebijakan alokasi minimal 60 peserta didik tersebut. Salah satu, (1). Satuan pendidikan di daerah kumuh atau pinggiran yang peserta didiknya tidak dapat tertampung di satuan pendidikan lain di sekitarnya. 

” Jadi, kebijakan alokasi minimal tersebut tidak berlaku bagi Satuan pendidikan yang tidak diminati oleh masyarakat sekitar, karena tidak berkembang. Sehingga jumlah peserta didik sedikit dan masih terdapat alternatif satuan pendidikan lain di sekitarnya yang masih dapat menampung peserta didik “, pungkasnya.

Maka dengan demikian, pihaknya berharap agar pemerintah daerah segera mengevaluasi terkait sistem anggaran biaya operasional sekolah dan memangkas anggaran tersebut sesuai dengan kondisinya. Agar tidak terindikasi dan dugaan hanya di jadikan lahan. (Hasan B)