SURABAYA (lintasjatimnews.com) – Perolehan hasil rekapitulasi penghitungan suara dalam rapat pleno terbuka yang ditetapkan KPU Surabaya, nampaknya tidak begitu saja diterima oleh paslon nomor urut 2, Machfud Arifin-Mujiaman (MAJU).
KPU Surabaya menetapkan bahwa paslon nomor urut 1, Eri Cahyadi-Armuji menang atas perolehan suara 597.540. Sedangkan paslon nomor urut 2, Machfud Arifin-Mujiaman (MAJU) mendapat total suara 451.794. Keputusan itu termaktub dalam SK KPU Surabaya nomor 1419/PL.02.6-Kpt/3578/KPU-Kot/XII/2020. Adapun jumlah suara sah 1.049.334, jumlah suara tidak sah 49.135 suara. Total jumlah suara sah dan tidak sah 1.098.469
Melalui konferensi pers di Posko Pemenangan di Jl Basuki Rahmat 139, Kamis 17 Desember 2020, Machfud mengatakan kalau perjuangan belum selesai. Menurutnya, ada kecurangan sistematis terstruktur dan masif (TSM) dalam Pilkada Surabaya. Sehingga bagi dia, langkah hukum ke MK tidak sekadar menang atau kalah dalam pilkada Surabaya. Tapi, dia ingin perjuangan ke MK sebagai legacy atau warisan untuk menjadikan demokrasi yang lebih baik ke depannya.
“Bagi saya, langkah hukum di MK tidak sekedar menang atau kalah dalam pemilihan kepala daerah. Menang atau kalah adalah hal yang biasa dan terlalu kecil untuk diperdebatkan. Machfud Arifin-Mujiaman ingin menjadikan perjuangan di MK sebagai warisan (legacy) untuk menjadikan demokrasi yang lebih baik untuk kedepannya. Karena ada persoalan kecurangan Terstuktur, Sistematis dan Massif yang terjadi secara kasat mata dan tidak bisa saya biarkan begitu saja,” kata Machfud Arifin.
Merasa belum bisa menerima keputusan tersebut, paslon MAJU akan menempuh jalur konstitusional ke Mahkamah Konstitusi (MK). Paslon MAJU mengambil langkah ini sebagai bentuk pertanggungjawaban hak.
“Sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada pemilih, kami memutuskan untuk menempuh langkah konstitusional ke Mahkamah Konstitusi,” ujar Machfud Arifin di posko pemenangan MAJU, Jalan Basuki Rahmat 139 Surabaya.
Machfud menyadari terdapat begitu banyak kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif dalam pemilihan kepala daerah Kota Surabaya. Khususnya stuktur birokrasi, kebijakan dan anggaran yang diarahkan untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
“Kekalahan dan kemenangan bukan tuntutan utama saya. Kecurangan partai pengusung yang akan kami ajukan ke MK,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Machfud mengatakan fakta-fakta tersebut terlihat sangat kasat mata. Tentu saja dengan adanya sejumlah temuan kecurangan tersebut harus dibawa ke peradilan yang legitimate yakni Mahkamah Konstitusi.
“Konstestasi demokrasi semestinya menjunjung aspek kesetaraan dan keadilan (Equal and Fairness) antara pasangan calon. Tanpa itu semua, Pilkada yang demokratis hanyalah akan menjadi ilusi dalam negara demokrasi,”
Sementara itu, pengacara Machfud, Donal Fariz menganalisis banyak kecurangan dari berbagai aspek. Pertama adalah analisis mesin birokrasi kepentingan alokais anggaran yang diduga menguntungkan pada Paslon tertentu.
“Kedua adalah adanya electoral Justice yang macet. Kami sedang dan melihat banyak laporan Yang sebenarnya punya tendensi administrasi sampai pidana pemilu tidak disikapi dengan baik,” tegasnya.
Untuk menempuh proses hukum di MK, Machfud Arifin dan Mujiaman telah menunjuk tim hukum yang terdiri dari enam orang advokat. Diantaranya Veri Junaidi, S.H.,M.H, Febri Diansyah S.H, Donal Fariz, S.H.,M.H, Jamil Burhan, S.H., Slamet Santoso, S.H., Muhammad Sholeh, S.H.
Donal berharap perkara ini berjalan dengan baik di Mahkama Konstitusi. Terlebih, terdapat Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. (Ishak)