SURABAYA (lintasjatimnews.com) – Ratusan massa yang terdiri dari buruh, petani dan mahasiswa se jawa timur menggelar unjuk rasa di depan kantor gubernur, Jalan Pahlawan, Kota Surabaya, Kamis siang (24/9/2020). Aksi ini diperingati dalam rangka Hari Tani Nasional.
Mereka juga berteriak kepada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, segera keluar dari kantornya untuk menemui dan menjawab sejumlah tuntutan para demonstran.Disamping itu, petugas polwan juga menghimbau peserta aksi agar tetap menerapkan protokoler kesehatan.
Aksi ini mendapat pengawalan ketat dari petugas kepolisian setempat. Meski terjadi kepadatan lalu lintas, beberapa personil dengan sigap mengatur lajur kendaraan supaya tidak terjadi kemacetan.
Berbagai poster dan spanduk berisi penolakan omnibus law, jalankan reforma, agraria sejati, hingga selamatkan tanah rakyat, dibentangkan, selama melancarkan demo tersebut.
Naning Z Suprawati (32) Korlap Aksi, mengatakan, 60 tahun silam merupakan lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) no. 5 tahun 1960. Kelahiran UUPA ini merupakan penanda bagi segenap kaum tani, masyarakat adat, petani, nelayan dan rakyat.
“Banyak sekali konflik antara kaum petani dengan pemerintah serta kaum pemodal terjadi di Jatim. Kami tidak henti hentinya menyuarakan bahwa tanah adalah alat produksi dan aset masa depan,” ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, lanjut Naning, agenda Land Reform atau disebut sebagai Reforma Agraria Sejati semakin tenggelam dan jauh dari harapan. Nasib petani dan rakyat makin terpinggirkan dan termarjinalisasi.
“Bayangkan saja, saat ini sedang dihadapkan krisis agraria berlapis-lapis. Pertama,ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia mencapai 0,68, artinya 1% penduduk menguasai 68% tanah,” tuturnya.
Ketimpangan struktur agraria tersebut merupakan penanda bahwa sumber-sumber agraria yang ada telah dikuasai oleh oligarki yang tak menghendaki sistem agraria yang adil.
“Sehingga muncul konflik agraria akibat kebijakan struktural yang memprioritaskan korporasi telah memperparah situasi yang ada. Selama satu dekade terakhir (2009-2019) sedikitnya telah terjadi 3.447 konflik agraria seluas 9.201.429 hektar yang melibatkan 1.507.374 rumah tangga petani,” jelasnya.
Situasi krisis agraria diatas makin diperparah dengan disahkannya RUU Cipta Kerja (Omnibuslaw), yang sampai saat ini masih dalam tahap pembahasan ditengah krisis pandemi Covid-19. Dalam hal ini, Omnibuslaw yang dirumuskan oleh Pemerintah bersama DPR RI yang secara keseluruhan merupakan perwujudan dari program-program kapitalistik yang menempatkan seluruh aspek kehidupan rakyat.
“Dalam peringatan Hari Tani Nasional 2020 ini. Kami menuntut pemerintah Pusat maupun Provinsi yang dalam hal ini Gubernur dan DPRD Jawa Timur dan untuk Menghentikan Pembahasan RUU Cipta Kerja (Omnibuslaw) secara menyeluruh. Fungsikan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Jawa timur dalam menyelesaikan konflik agraria di Jawa Timur.Menyusun dan menerbitkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.Hentikan Kriminalisasi, Kekerasan, Intimidasi terhadap rakyat. dan Jalankan Reforma Agraria Sejati,” pungkasnya.
Hingga kini massa masih melakukan orasi di tempat tersebut. Rencananya mereka akan beralih tempat ke gedung dprd jatim. (Ramadhani)